Persembahan
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 31, 2016
Rating: 5
Semesta a.k.a Layang-layang Puti (3)
Bismillah,
Suatu saat, ditemani gulita Puti bercerita,
"Jika bintang dan bulan tak pernah punya waktu untuk bersatu,
Aku akan memutuskan benang layang-layang ini, Siti
Biar saja ia menuju angkasa lalu mungkin menjadi sampah antariksa
Sebaliknya, esok jika bintang dan bulan justru bersama
Aku akan menamainya 'Berkah Semesta'"
-----
Hem hem apa dijadiin novel aja ya?
#eyebrowflash
Suatu saat, ditemani gulita Puti bercerita,
"Jika bintang dan bulan tak pernah punya waktu untuk bersatu,
Aku akan memutuskan benang layang-layang ini, Siti
Biar saja ia menuju angkasa lalu mungkin menjadi sampah antariksa
Sebaliknya, esok jika bintang dan bulan justru bersama
Aku akan menamainya 'Berkah Semesta'"
-----
Hem hem apa dijadiin novel aja ya?
#eyebrowflash
Semesta a.k.a Layang-layang Puti (3)
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 30, 2016
Rating: 5
Didahulukan dan Ditunda
Bismillah,
Dia lah Allah Yang Maha Menetapkan
Tidak akan lebih dahulu yang diakhirkan-Nya
Dan, tidak akan terlambat apa-apa yang didahulukan-Nya
-dalam sebuah tausiyah
Lalu, mengapa kekhawatiran itu masih saja mengganggu keyakinanmu?
Dia lah Allah Yang Maha Menetapkan
Tidak akan lebih dahulu yang diakhirkan-Nya
Dan, tidak akan terlambat apa-apa yang didahulukan-Nya
-dalam sebuah tausiyah
Lalu, mengapa kekhawatiran itu masih saja mengganggu keyakinanmu?
Didahulukan dan Ditunda
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 23, 2016
Rating: 5
Referensi (Alay)
Bismillah,
ihihihi...
Ada yang nge-refer di Hipwee
Semacam diingatkan betapa ALAY-nya URL blog ini -___-"
Tapi kutak ingin mengubahnya. Gimana? :))
Alhamdulillah yang nulis artikel masih ingat buat nulis sumber gambar aselinya. Soalnya ini jepretan sendiri waktu pulang kampung beberapa tahun lalu. Lupa diberi watermark T.T
Tulisan asli bisa dilihat di sini
Pake Bahasa Inggris, tapi kacau sih keknya. Hahaa maafkaaan
ihihihi...
Ada yang nge-refer di Hipwee
Semacam diingatkan betapa ALAY-nya URL blog ini -___-"
Tapi kutak ingin mengubahnya. Gimana? :))
Alhamdulillah yang nulis artikel masih ingat buat nulis sumber gambar aselinya. Soalnya ini jepretan sendiri waktu pulang kampung beberapa tahun lalu. Lupa diberi watermark T.T
Tulisan asli bisa dilihat di sini
Pake Bahasa Inggris, tapi kacau sih keknya. Hahaa maafkaaan
Referensi (Alay)
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 20, 2016
Rating: 5
Tameng
Bismillah,
Setiap kita, menerima ujian yang berbeda.
Menyelesaikan ujian itu adalah perjuangan.
Dalam perjuangan hidup ini, kitalah yang menjadi ksatrianya
mengalahkan musuh yang disebut ego dan kekecewaan
Karena setiap ksatria memiliki senjata dan tameng,
Bagi kita, senjata adalah usaha dan tameng adalah doa
Lalu,kita akan menunjukkan usaha terbaik di medan perang
Saat perjuangan itu selesai, senjata mungkin telah menyelesaikan misinya
Tapi tidak, terhadap tameng
Kita akan tetap menggenggam erat tameng itu
Dengannya kita akan melawan segala bentuk sesal yang datang
Kita akan terus berdoa agar Rabb menunjukkan jalan terbaik dan menghidarkan kita dari kekecewaan yang terus memburu
Bersabarlah,
Berjuanglah...
-Selamat mengikuti SBMPTN, adik-adik
Kita tidak akan mendikte Allah di mana langkah akan berlabuh
Kita hanya akan berharap semoga ke mana pun itu, adalah jalan terbaik yang menjadikan pribadi kita semakin sholeh, pikiran kita semakin cerdas, dan hati kita semakin jernih-
Setiap kita, menerima ujian yang berbeda.
Menyelesaikan ujian itu adalah perjuangan.
Dalam perjuangan hidup ini, kitalah yang menjadi ksatrianya
mengalahkan musuh yang disebut ego dan kekecewaan
Karena setiap ksatria memiliki senjata dan tameng,
Bagi kita, senjata adalah usaha dan tameng adalah doa
Lalu,kita akan menunjukkan usaha terbaik di medan perang
Saat perjuangan itu selesai, senjata mungkin telah menyelesaikan misinya
Tapi tidak, terhadap tameng
Kita akan tetap menggenggam erat tameng itu
Dengannya kita akan melawan segala bentuk sesal yang datang
Kita akan terus berdoa agar Rabb menunjukkan jalan terbaik dan menghidarkan kita dari kekecewaan yang terus memburu
Bersabarlah,
Berjuanglah...
-Selamat mengikuti SBMPTN, adik-adik
Kita tidak akan mendikte Allah di mana langkah akan berlabuh
Kita hanya akan berharap semoga ke mana pun itu, adalah jalan terbaik yang menjadikan pribadi kita semakin sholeh, pikiran kita semakin cerdas, dan hati kita semakin jernih-
Tameng
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 18, 2016
Rating: 5
Awan Tertinggi
Bismillah,
Aku hidup bagai seekor pipit
Sebentar saja tinggal lalu melangit
Meninggalkan dia
Yang diam-diam bersimpuh bersama air mata
Setiap hari yang baru
Tak hentinya kukirim salam tanpa jemu
Mengobati rindu yang tak pernah redam
Sekalipun langit kelam
Lewat angin kukabarkan
Aku tumbuh dalam awan kebaikan
Kupikir itu cukup, agar hatinya tenang
Lupa betapa pentingnya aku pulang
Hari-hari terbaikku adalah bersama
Di rumah berisi petuah dan canda tawa
Jika harus pergi saat ini
Aku pergi dengan berat hati
Kepergianku mungkin ada saatnya nanti
Jika mereka meminta untuk tetap tinggal saat ini
Aku akan tetap di sini
Mereka bagiku adalah awan tertinggi
Tempat hati tertunduk mengabdi
Setelah Rabb, dan Rasul yang pertama kali
Kelak, saat posisi itu harus berganti
Aku akan menemuimu, bersama rasa yang hakiki
***
Aku mendengar banyak orang yang menyesal karna menyia-nyiakan waktu dalam mewujudkn ketaatan pada orang tuanya. Rabb, jangan biarkan hamba menjadi seorang yang merasakan penyesalan itu di masa mendatang...
Aku hidup bagai seekor pipit
Sebentar saja tinggal lalu melangit
Meninggalkan dia
Yang diam-diam bersimpuh bersama air mata
Setiap hari yang baru
Tak hentinya kukirim salam tanpa jemu
Mengobati rindu yang tak pernah redam
Sekalipun langit kelam
Lewat angin kukabarkan
Aku tumbuh dalam awan kebaikan
Kupikir itu cukup, agar hatinya tenang
Lupa betapa pentingnya aku pulang
Hari-hari terbaikku adalah bersama
Di rumah berisi petuah dan canda tawa
Jika harus pergi saat ini
Aku pergi dengan berat hati
Kepergianku mungkin ada saatnya nanti
Jika mereka meminta untuk tetap tinggal saat ini
Aku akan tetap di sini
Mereka bagiku adalah awan tertinggi
Tempat hati tertunduk mengabdi
Setelah Rabb, dan Rasul yang pertama kali
Kelak, saat posisi itu harus berganti
Aku akan menemuimu, bersama rasa yang hakiki
***
Aku mendengar banyak orang yang menyesal karna menyia-nyiakan waktu dalam mewujudkn ketaatan pada orang tuanya. Rabb, jangan biarkan hamba menjadi seorang yang merasakan penyesalan itu di masa mendatang...
Awan Tertinggi
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 17, 2016
Rating: 5
Incaran
Saya tidak begitu nyaman tinggal di daerah panas. Walaupun rumah saya berada di dataran rendah yang cenderung menerima energi matahari berlebih, saya menghabiskan banyak waktu hidup di daerah dingin & akrab hujan seperti Padang Panjang dan juga Bandung. Selain karena satu dan lain hal menyangkut fisik, yang paling (ngga) penting adalah karena setiap kali tinggal di daerah panas saya selalu berasa jadi Bella Swan, yang katanya diperebutkan vampir karena darahnya manis. Saya pun agaknya begitu (halah). Mungkin darah saya juga manis. Bedanya saya ngga diperebutkan, tapi nyamuk yang main keroyokan T-T
Paginya jadilah tiba-tiba merah di pipi, atau di telapak tangan. Sukur kalo siangnya dapet duit, sayangnya engga >.<"
Dari tulisan ini sampai 2 tuliaan setelahnya memang ga jelas! Maafkaaaaan!
Sudah saya labeli dengan "pgp" lho yaaa
Incaran
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 16, 2016
Rating: 5
Nama
A'udzubillah...
Ngga ada yang bisa ngalahin Dahsyatnya Nama ini Bro, Sis!!!! XD
Jadi...
Ada cerita dibalik ini.
Kemarin saya "utak-atik" nama saya. Who am I? Am I You? Yes, I am me!
Lalu pasang status itu di bbm. Kebetulan beberapa orang "anak" friend sama saya di Blackberry Messanger. Dianya komen, "Kak, ada ide! Gimana kalo ditambah want di akhir? Jadi Am I You Want"
Itu ide cemerlang banget lah! Ya langsung saya terima doong. Nama paling cetar seduniaaa! fufufufufu
Ini bukan narsis kok, ini nama saya B-)
#krikkrik
Terima kasih terdalam pada orang tua saya yang telah memberikan saya nama terbaik :')
Nama ini keren sekaleeee :">
Nama
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 16, 2016
Rating: 5
Watercolor
Bismillah,
Lama ngga ngepost kerjaan iseng
(dipikir-pikir saya kebanyakan isengnya. Ingat surat Al-ashr hei!
#crygulingguling << makin buang-buang waktu buat nangis sambil guling-guling sepanjang rumah dari pintu depan sampe pintu belakang!)
Yang penting nyoba, yang penting biru kuning =D
Btw, kalo tulisan "Mentari Pagi"-nya diganti dengan nama saya jadi ngga menarik T-T #ihiks #crygulinggulinglagi << buang-buang waktu lagi ei!!
Ga Je tingkat Dewa!
Watercolor
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 14, 2016
Rating: 5
Layang-layang Puti (2)
Bismillah,
Suatu hari dalam perjalanan pulang ke rumah setelah bermain layang-layang,
"Oi Ti, dengarkanlah petuah Puti ini..."
"Iya, Siti dengar Put. Apa itu?"
"Padusi itu harus pandai memainkan layang-layang,"
"Itu kan permainan anak bujang, Put. Kata Abak padusi itu harusnya pandai memasak"
"Nah, dengarkan dulu elok-elok Siti, Puti belum selesai menyampaikan intinya.."
"Oiya, maaf maaf"
"Bukan layang-layang ini maksud Puti. Kalau layang-layang ini cukup Puti saja yang pandai, jangan pula Siti menyaing-nyaingi Puti, yo? Siti jadi asisten penggulung benang layangan milik Puti saja haha.
Layang-layang yang Puti maksud itu, hati kita. Memainkan di sini adalah mengontrol dan menggenggam hati. Padusi itu tak boleh lemah hatinya. Kalau kita punya layang-layang yang lemah talinya dan tak pandai menjaganya, layang-layang yang mewakili perasaan kita akan mudah putus lalu tersesat kemana-mana. Buya pernah berkata jadi anak perempuan itu harus tangguh. Jika memang suatu hari kita mendapati layang-layang kita lemah talinya, kita masih memiliki tangan dan naluri untuk menaksir kekuatan angin. Jika beresiko akan putus, segera gulung benang dan amankan layang-layang kita Siti..."
"Dengan memperbanyak istigfar, mengaji Al-Quran, dan menyerahkan segala urusan pada Allah?"
"Yep. Rancak bana! Yo Pandai Siti kawan ambo ko~~"
Dear Perempuan...
Suatu hari dalam perjalanan pulang ke rumah setelah bermain layang-layang,
"Oi Ti, dengarkanlah petuah Puti ini..."
"Iya, Siti dengar Put. Apa itu?"
"Padusi itu harus pandai memainkan layang-layang,"
"Itu kan permainan anak bujang, Put. Kata Abak padusi itu harusnya pandai memasak"
"Nah, dengarkan dulu elok-elok Siti, Puti belum selesai menyampaikan intinya.."
"Oiya, maaf maaf"
"Bukan layang-layang ini maksud Puti. Kalau layang-layang ini cukup Puti saja yang pandai, jangan pula Siti menyaing-nyaingi Puti, yo? Siti jadi asisten penggulung benang layangan milik Puti saja haha.
Layang-layang yang Puti maksud itu, hati kita. Memainkan di sini adalah mengontrol dan menggenggam hati. Padusi itu tak boleh lemah hatinya. Kalau kita punya layang-layang yang lemah talinya dan tak pandai menjaganya, layang-layang yang mewakili perasaan kita akan mudah putus lalu tersesat kemana-mana. Buya pernah berkata jadi anak perempuan itu harus tangguh. Jika memang suatu hari kita mendapati layang-layang kita lemah talinya, kita masih memiliki tangan dan naluri untuk menaksir kekuatan angin. Jika beresiko akan putus, segera gulung benang dan amankan layang-layang kita Siti..."
"Dengan memperbanyak istigfar, mengaji Al-Quran, dan menyerahkan segala urusan pada Allah?"
"Yep. Rancak bana! Yo Pandai Siti kawan ambo ko~~"
Dear Perempuan...
Layang-layang Puti (2)
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 10, 2016
Rating: 5
Layang-Layang Puti (1)
Bismillah,
Buya Alim memberinya nama Puti. Dia adalah kawan mengajiku di Taman Quran yang gayanya seperti anak laki-laki tapi berparas elok. Walau begitu jangan bayangkan Puti berambut cepak dan suka memakai celana panjang motif loreng. Bukan. Justru rambutnya panjang dan kostum khasnya adalah baju kaos longgar ditambah rok kembang sejengkal bawah lutut. Aku dan Puti selalu pergi mengaji bersama. Berhubung rumahnya menuju masjid lebih jauh dibandingkan rumahku, ia selalu mampir ke rumah untuk menjemputku dengan sepeda ontel kesayangannya. Lalu sepulang mengaji kami --dia selalu mencoba memaksaku dan sayangnya selalu berhasil-- mampir ke lapangan di samping Balai Desa untuk bermain layang-layang. Tentu saja setelah mendapat izin terlebih dahulu dari Buya Alim, ayah Puti sekaligus guru mengaji kami. Di sana aku bertugas sebagai penjaga sepeda merangkap sebagai asisten pribadi kawanku itu, penggulung benang.
Suatu hari Puti mengikuti pertandingan layang-layang. Entah apa yang terjadi dengan layang-layang yang lain pada hari itu, atau teknik permainan Puti yang semakin bagus, layang-layang Puti berhasil memutuskan tali layang-layang yang lain. Hari itu oleh Kepala Desa, Puti dinyatakan sebagai Pemenang Festival Layang-layang antar anak nagari. Adalah hari yang sama seluruh kawan-kawan kami menjulukinya sebagai Puti Layang-Layang. Nama yang pas menurutku. Apa kalian tahu? Bahwa nama Puti bagi masyarakat Minangkabau berarti Puteri. Ya, asal mulanya adalah panggilan tersebut biasanya diberikan pada perempuan Minangkabau berdarah bangsawan atau keturunan kerajaan. Bagi Puti, daripada kenyataan bahwa ia memang anak Datuak, namanya terdengar lebih membanggakan sebagai Puteri Layang-layang.
Hari ini genap 18 tahun persabahatan kami, dan sudah 7 tahun Puti tidak lagi bermain layang-layang. Ia merantau ke kota dan berdasarkan tebakanku, ia tidak mendapatkan tempat yang tepat untuk bermain layang-layang di kota sana. Sore menjelang maghrib kemarin, ia baru saja tiba di desa kami. Sekedar berlibur. Demi melepas rindunya pada layang-layang, pagi ini ia kembali memintaku menemaninya ke Hilir. Di sana ada mushola dengan lapangan cukup luas di belakangnya. Pada salah satu sisi lapangan itu terdapat aliran sungai yang airnya jernih dan dingin, masih sama dan terjaga sejak kami kecil.
Sepanjang perjalanan ke Hilir, Puti tak banyak bicara. Hanya aku sesekali membuka percakapan, itu pun dengan topik yang kupikir sama sekali tak seru. Aku tidak ahli berbicara, itu keahlian Puti. Ia benar-benar mampu membawa suasana. Tapi tidak kali ini. Bahkan saat sampai di lapangan Hilir pun ia langsung memainkan layang-layangnya, sekali saja membuka pembicaraan sekedar meminta pertolonganku memegang layangan yang siap untuk diterbangkannya. Selebihnya, peranku adalah sebagai pengamat.
Di tengah permainan, Puti tampak melamun. Ia lengah hingga tali layangannya terulur terlalu panjang. Saat akan menariknya lagi, tali itu malah tersangkut cabang pohon durian. Perlahan Puti mengulurkan dan menarik kembali benang layangannya. Setelah beberapa kali melakukan hal yang sama, tali itu malah putus. Jika dulu biasanya Puti sangat bersemangat mengejar layang-layang siapa saja yang putus, kini ia sama sekali tak berkutik. Tidak menampakkan reaksi apapun saat layangannya sendiri putus.
Hari itu, aku paham betul bahwa seseorang di kota sana telah mengambil layang-layang Puti. Layang-layang yang mewakili segenap perasaan puti.
***
Penulis: Ahek hek hek. #senyumgenitputarbolamata
Riri: Acieeeee, Puti cieeee, eullew eulleeew. Capa tu capaaaa
Gigi: Ah, Uni penulis ini! Riri juga! Merusak suasana saja puuuun!! Sana-sana, kumau berimajinasi tentang kelanjutan kisah Layang-layang Puti :">
Dubber: Siapakah yang berhasil mendapatkan layang-layang puti? Saksikan kelanjutannya hanya di Blog Mentari Pagi~~
(dibaca dengan intonasi dubber/narator di serial Ultra Man)Penulis: Heh! Siapa bilang ada kelanjutannya Om Dubber?! Tak ada tak ada.. ku tak paham selebihnya wkwkwk. Kuhanya mengarang bebas oi! hahaha. Bubar bubar
Layang-Layang Puti (1)
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 06, 2016
Rating: 5
Kehidupan Terpilih
Bismillah,
Jalan kehidupan itu ada banyak.
Sebanyak kombinasi kiri-lurus-kanan untuk setiap perpindahan langkah tanpa diketahui perhentiannya.
Lalu, jalan kehidupan mana yang telah kamu pilih?
Bagaimana dengan jalan yang akan kamu tempuh?
Jalan kehidupan itu ada banyak.
Sebanyak kombinasi kiri-lurus-kanan untuk setiap perpindahan langkah tanpa diketahui perhentiannya.
Lalu, jalan kehidupan mana yang telah kamu pilih?
Bagaimana dengan jalan yang akan kamu tempuh?
Jalan yang dipenuhi kesenangan dan canda tawa namun hampa?
atau
Jalan yang diiringi air mata namun ujungnya takwa?
mungkin juga
Jalan yang diisi kebebasan namun tanpa disadari menghilangkan tujuan?
pilihan lainnya,
Jalan yang dihiasi dengan budi kebaikan tulus namun tanpa sengaja membuahkan pujian dan kebanggaan yang melenakan?
Jadi, jalan mana yang kamu pilih?
Kehidupan Terpilih
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 03, 2016
Rating: 5
Rezeki yang "Tertunda"
Bismillah...
Ini adalah tentang seorang suami yang mampu menenangkan kegelisahan istrinya.
Malam itu, Ibu bercerita.
Ibu bukan termasuk golongan gadis-gadis yang pandai, dalam urusan mencari pendamping hidup. Jadi, Ibu lebih cenderung untuk pasrah pada pilihan ayahnya. Siapapun itu, Ibu akan menerimanya. Sejak kecil Ibu memang terkenal sebagai anak yang "saulah", istilah bagi masyarakat kampung kami untuk anak yang penurut dan tak banyak pinta.
Begitu saja, akhirnya Ibu bersuamikan Ayah.
Ibu menerima Ayah sebagai suaminya walau tahu Ayah hanyalah seorang guru, tak punyak banyak. Padahal seluruh desa tahu betul bahwa hanya ayah Ibu, keluarga Ibu, adalah satu-satunya keluarga yang memiliki mobil Kijang, belum banyak yang mampu membelinya dulu. Kebanyakan rumah cukup ditemani sepeda ontel yang terparkir di samping rumah tanpa gembok dan rantai.
Lalu suatu malam Ibu mengungkapkan kegelisahannya pada Ayah,
"Ajo, baa nak nyo. Awak ko kan ndak baharato"
(Bang, bagaimana sebaiknya, kita ini kan tidak punya uang)
"Itu ruponyo nan mangganja di ati adiak sajak kalam ari?"
(Itu rupanya yang mengganjal di hati adik sejak subuh tadi?)
"Awak nio pulo manyikolahan anak awak, buliah agak sanang hiduiknyo"
(Kita kan ingin juga menyekolahkan anak kita supaya lebih baik hidupnya di masa depan)
"Diak, kok miskin pado budi. Salamo elok laku jo parangai, ndak ado namonyo miskin diak. Kok harato, razaki tu, indak na di awak Tuhan Allah titipkan kini, beko ka anak awak sampai in sya a Allah."
(Dik, miskin itu ditentukan oleh adab. Selama baik sikap dan tingkah lakunya, tidak ada istilah miskin. Kalau harta, rezeki itu belum dititipkan Allah ke kita saat ini, in sya a Allah ia akan Allah berikan ke anak cucu kita)
Keyakinan itu yang meneguhkan Ibu untuk tetap berjuang dan menunggu, bersabar hingga rezeki itu Allah datangkan kepada anak-anaknya. Berjualan es, gorengan, donat, bahkan pergi ke sawah pun tetap dijalani Ibu bersama keyakinan itu. Receh demi receh yang terkumpul adalah transformasi keringat pengantar anak-anak Ibu menjadi sarjana seluruhnya.
Malam itu, mata Ibu berkaca-kaca mengenang suaminya.
Ya. Saat ini, raga Ayah tidak lagi berada di tengah-tengah kami. Telah dulu menuju pangkuan Ilahi.
Beliau tidak sempat menyaksikan betapa indahnya keyakinan itu Allah wujudkan dalam kehidupan anak-anaknya.
Kata Mama suatu hari,
"Kalau saja Ayah masih hidup dan melihat anak Mama telah menjadi sarjana lulusan salah satu kampus terbaik di negeri ini, Mama yakin, Ayah Mama yang guru itu akan bangga dan tersenyum bahagia"
"Kenapa Ma?" Balasku bertanya.
"Karna menyaksikan betapa Maha Baiknya Allah menitipkan rezeki itu, pada anaknya hingga mampu menyekolahkan cucunya di tempat belajar yang baik"
Pertanyaannya, berapa tahun Ibu harus menunggu dan bersabar dalam perwujudan keyakinan suaminya itu?
Apakah teman-teman ingin tahu?
50 tahun, lebih.
Ya, selama itu.
Lantas, jika saat ini mewujudkan satu impian saja terlalu sulit, bahkan kita baru 2/3 tahun menunggu, semudah itu kah bagi kita untuk menyerah pada keyakinan kita? Padahal segalanya mungkin saja terjadi biiznillah?
Jangan menyerah ya! Teruslah melangkah :')
Catatan:
Ajo : panggilan untuk Uda/abang oleh orang Minang Pariaman.
Ini adalah tentang seorang suami yang mampu menenangkan kegelisahan istrinya.
Malam itu, Ibu bercerita.
Ibu bukan termasuk golongan gadis-gadis yang pandai, dalam urusan mencari pendamping hidup. Jadi, Ibu lebih cenderung untuk pasrah pada pilihan ayahnya. Siapapun itu, Ibu akan menerimanya. Sejak kecil Ibu memang terkenal sebagai anak yang "saulah", istilah bagi masyarakat kampung kami untuk anak yang penurut dan tak banyak pinta.
Begitu saja, akhirnya Ibu bersuamikan Ayah.
Ibu menerima Ayah sebagai suaminya walau tahu Ayah hanyalah seorang guru, tak punyak banyak. Padahal seluruh desa tahu betul bahwa hanya ayah Ibu, keluarga Ibu, adalah satu-satunya keluarga yang memiliki mobil Kijang, belum banyak yang mampu membelinya dulu. Kebanyakan rumah cukup ditemani sepeda ontel yang terparkir di samping rumah tanpa gembok dan rantai.
Lalu suatu malam Ibu mengungkapkan kegelisahannya pada Ayah,
"Ajo, baa nak nyo. Awak ko kan ndak baharato"
(Bang, bagaimana sebaiknya, kita ini kan tidak punya uang)
"Itu ruponyo nan mangganja di ati adiak sajak kalam ari?"
(Itu rupanya yang mengganjal di hati adik sejak subuh tadi?)
"Awak nio pulo manyikolahan anak awak, buliah agak sanang hiduiknyo"
(Kita kan ingin juga menyekolahkan anak kita supaya lebih baik hidupnya di masa depan)
"Diak, kok miskin pado budi. Salamo elok laku jo parangai, ndak ado namonyo miskin diak. Kok harato, razaki tu, indak na di awak Tuhan Allah titipkan kini, beko ka anak awak sampai in sya a Allah."
(Dik, miskin itu ditentukan oleh adab. Selama baik sikap dan tingkah lakunya, tidak ada istilah miskin. Kalau harta, rezeki itu belum dititipkan Allah ke kita saat ini, in sya a Allah ia akan Allah berikan ke anak cucu kita)
Keyakinan itu yang meneguhkan Ibu untuk tetap berjuang dan menunggu, bersabar hingga rezeki itu Allah datangkan kepada anak-anaknya. Berjualan es, gorengan, donat, bahkan pergi ke sawah pun tetap dijalani Ibu bersama keyakinan itu. Receh demi receh yang terkumpul adalah transformasi keringat pengantar anak-anak Ibu menjadi sarjana seluruhnya.
Malam itu, mata Ibu berkaca-kaca mengenang suaminya.
Ya. Saat ini, raga Ayah tidak lagi berada di tengah-tengah kami. Telah dulu menuju pangkuan Ilahi.
Beliau tidak sempat menyaksikan betapa indahnya keyakinan itu Allah wujudkan dalam kehidupan anak-anaknya.
Kata Mama suatu hari,
"Kalau saja Ayah masih hidup dan melihat anak Mama telah menjadi sarjana lulusan salah satu kampus terbaik di negeri ini, Mama yakin, Ayah Mama yang guru itu akan bangga dan tersenyum bahagia"
"Kenapa Ma?" Balasku bertanya.
"Karna menyaksikan betapa Maha Baiknya Allah menitipkan rezeki itu, pada anaknya hingga mampu menyekolahkan cucunya di tempat belajar yang baik"
Pertanyaannya, berapa tahun Ibu harus menunggu dan bersabar dalam perwujudan keyakinan suaminya itu?
Apakah teman-teman ingin tahu?
50 tahun, lebih.
Ya, selama itu.
Lantas, jika saat ini mewujudkan satu impian saja terlalu sulit, bahkan kita baru 2/3 tahun menunggu, semudah itu kah bagi kita untuk menyerah pada keyakinan kita? Padahal segalanya mungkin saja terjadi biiznillah?
Jangan menyerah ya! Teruslah melangkah :')
Catatan:
Ajo : panggilan untuk Uda/abang oleh orang Minang Pariaman.
Rezeki yang "Tertunda"
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 02, 2016
Rating: 5
Pergi Tak Kembali
Bismillah,
Hem, judulnya terdengar seperti judul salah satu nasyid yang dipopulerkan Rabbani.
Tapi konteksnya berbeda.
Suatu hari dalam perjalanan pulang ke rumah,
Gigi: Ri, kalau misalnya kamu nih, mau datang ke rumah seseorang, hm misalkan saja salah seorang di antara teman kita, tapi waktunya ngga pas, orangnya lagi ngga bisa menerima tamu, kamu tetep bakal dateng?
Riri: tergantung keperluan aku.
Gigi: misal?
Riri: kalau keperluan itu bisa diwujudkan dengan selain dia misal, nawarin buat kerja kelompok bareng ke siapa yang mau sekelompok aja, ya aku coba ngontak yang lain dulu.
Gigi: selain itu?
Riri: Kalau cuma dia teman di kelas yang bisa diajak sekelompok atau ya asik aja sekelompok sama dia, aku bakal tetep dateng ke rumah dia. At least ngontak dulu lah, daripada pas sampe rumahnya dianya udah sekelompok sama yang lain ato ngga mau sekelompok sama aku haha
Gigi: tetep disamperin walau orangnya sedang tidak bisa menerima tamu?
Riri: kondisinya aku ngga tahu soal itu, kalau tahu ya aku datengin di saat-saat dianya bisa menerima tamu, sekalian aku bawa buku ato tugas-tugas untuk didiskusikan bareng deh.
Gigi: batasnya?
Riri: kalau tugasnya harus diselesaikan dalam dua hari aku sekelompok sama kamu aja deh Gi, haha. Kalo releasenya awal semester, dikumpul di akhir semester aku bisa aga nyantai menghubungi dianya kan..
Gigi: trus trus, kalau kamu udah dateng nih ke tempatnya, trus dianya bilang lagi ngga bisa diskusi sekarang karna alasan tertentu, sakit atau kendala lain gitu, kira-kira kamu akan datang lagi kah ke rumahnya?
Riri: Oh, ceritanya semacam aku diminta jangan datang sekarang atau kasarnya, diminta pulang dulu gitu?
Gigi: mungkin bisa dibilang begitu.
Riri: itu tergantung bagaimana ekspresi dan cara dia menjelaskan kalau dianya sedang ngga bisa diskusi pas aku dateng. Kalau dia jutek berarti ngga mau sekelompok, kalau ngga enakan besar peluang mau tapi memang lagi ngga bisa diskusi bareng pas aku dateng.
Gigi: jadi kalau kondisinya yang kedua, kamu bakal balik?
Riri: aku mungkin, tapi tidak ada jaminan pilihan itu juga yang dipahami orang lain. Tidak semua orang bisa menerjemahkan perasaan lawan bicaranya. Lumayan sih kalau ketemu, tapi sulit banget kalau aku kontakan dengan dia via medsos. Bisa jadi salah interpretasi menerjemahkan maksud masing-masing. Tapi ya hati seseorang siapa yang tahu, selain pemiliknya dan Rabb..
Gigi: Hm, pergi tak kembali ya?
Riri: kenapa gi? Ada yang ingin dikembalikan?
Giii: eh, iya nih. Aku ngutang 500 ya beli kue kukus kemarin? Ini Ri, terima kaseee~~~
Riri: hehe, sore hari ini saya terima piutang gigi sebesar 500 rupiah dan saya nyatakan telah lunas. Hehehe
Ya Muqallibal quluub,
Tsabbit quluubana 'ala diinik
Hem, judulnya terdengar seperti judul salah satu nasyid yang dipopulerkan Rabbani.
Tapi konteksnya berbeda.
Suatu hari dalam perjalanan pulang ke rumah,
Gigi: Ri, kalau misalnya kamu nih, mau datang ke rumah seseorang, hm misalkan saja salah seorang di antara teman kita, tapi waktunya ngga pas, orangnya lagi ngga bisa menerima tamu, kamu tetep bakal dateng?
Riri: tergantung keperluan aku.
Gigi: misal?
Riri: kalau keperluan itu bisa diwujudkan dengan selain dia misal, nawarin buat kerja kelompok bareng ke siapa yang mau sekelompok aja, ya aku coba ngontak yang lain dulu.
Gigi: selain itu?
Riri: Kalau cuma dia teman di kelas yang bisa diajak sekelompok atau ya asik aja sekelompok sama dia, aku bakal tetep dateng ke rumah dia. At least ngontak dulu lah, daripada pas sampe rumahnya dianya udah sekelompok sama yang lain ato ngga mau sekelompok sama aku haha
Gigi: tetep disamperin walau orangnya sedang tidak bisa menerima tamu?
Riri: kondisinya aku ngga tahu soal itu, kalau tahu ya aku datengin di saat-saat dianya bisa menerima tamu, sekalian aku bawa buku ato tugas-tugas untuk didiskusikan bareng deh.
Gigi: batasnya?
Riri: kalau tugasnya harus diselesaikan dalam dua hari aku sekelompok sama kamu aja deh Gi, haha. Kalo releasenya awal semester, dikumpul di akhir semester aku bisa aga nyantai menghubungi dianya kan..
Gigi: trus trus, kalau kamu udah dateng nih ke tempatnya, trus dianya bilang lagi ngga bisa diskusi sekarang karna alasan tertentu, sakit atau kendala lain gitu, kira-kira kamu akan datang lagi kah ke rumahnya?
Riri: Oh, ceritanya semacam aku diminta jangan datang sekarang atau kasarnya, diminta pulang dulu gitu?
Gigi: mungkin bisa dibilang begitu.
Riri: itu tergantung bagaimana ekspresi dan cara dia menjelaskan kalau dianya sedang ngga bisa diskusi pas aku dateng. Kalau dia jutek berarti ngga mau sekelompok, kalau ngga enakan besar peluang mau tapi memang lagi ngga bisa diskusi bareng pas aku dateng.
Gigi: jadi kalau kondisinya yang kedua, kamu bakal balik?
Riri: aku mungkin, tapi tidak ada jaminan pilihan itu juga yang dipahami orang lain. Tidak semua orang bisa menerjemahkan perasaan lawan bicaranya. Lumayan sih kalau ketemu, tapi sulit banget kalau aku kontakan dengan dia via medsos. Bisa jadi salah interpretasi menerjemahkan maksud masing-masing. Tapi ya hati seseorang siapa yang tahu, selain pemiliknya dan Rabb..
Gigi: Hm, pergi tak kembali ya?
Riri: kenapa gi? Ada yang ingin dikembalikan?
Giii: eh, iya nih. Aku ngutang 500 ya beli kue kukus kemarin? Ini Ri, terima kaseee~~~
Riri: hehe, sore hari ini saya terima piutang gigi sebesar 500 rupiah dan saya nyatakan telah lunas. Hehehe
Ya Muqallibal quluub,
Tsabbit quluubana 'ala diinik
Pergi Tak Kembali
Reviewed by Kisah Fajr
on
Mei 01, 2016
Rating: 5
Langganan:
Postingan
(
Atom
)