Di Atas Kata Cinta

 Bismillah,


Tulisan ini akan menjadi tulisan serampangan, tanpa struktur tanpa alur. Aku akan menulis kisah tentang cinta dan suatu yang lebih indah dibanding itu. Aku ingin mengisahkannya dengan segenap rasa tanpa menuntutmu untuk memahaminya. Jika mampir ke sini, kamu boleh menjadikannya hiburan, atau sekadar menambah kekusutan.


Cinta. 


Sampai di titik ini waktu pengamatanku, waktu perasaku, ternyata cinta bukan hal yang sederhana. Ah, tentu kamu tidak boleh melewatkan kenyataan bahwa aku punya latar belakang sebagai engineer; yang entah mengapa menurut yakinku sendiri; setidaknya - sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mencintai, tentu karena cinta tidak saja melibatkan hati, tapi juga fikri, akal, logika. Kalau kamu kenal aku, kamu juga mungkin membaca tulisan-tulisanku dulu, betapa naif-nya aku berbicara soal cinta. Makin ke sini, boleh kali kunamai cinta sebagai tantangan, tantangan keteguhan. Eh, beneran loh! Kamu harus teguh dan tangguh dalam mencintai, dia bukan perasaan yang kalau sudah datang, diperbolehkan pergi sendiri tanpa kamu punya kontribusi. Bahkan, ga boleh pergi jangan sampai maut yang mengakhiri. Gitu, kan?


Yaa, walaupun engga naif-naif amat sih. Maksudku, aku pernah memaknai perasaan cinta itu ya sekadar seperti yang ada di KBBI, cinta ya cinta, cinta ya sayang, that's it. Kalo yang baca tulisan ini ada yang punya background linguistik, boleh share apa makna cinta secara bahasa Indonesia ya. Kenyataannya, cinta itu dimaknai sendiri-sendiri oleh perasanya. Tapi, kalau dalam bahasa Arab (sok iye paham banget; ya memang menulisnya dengan pemahaman seadanya si), cinta menggunakan kata hubbu yang artinya perasaan yang mendalam dan punya akar kata yang sama dengan benih. Benih itu biar tumbuh dia mesti dipelihara, kann?


Eh, btw aku nulis sambil baca-baca tulisanku dulu. Ternyata definisi cinta menurutku dulu dan sekarang ga jauh banget bergesernya, masih muter-muter di tantangan dan pengorbanan. Tapi jujur, aku benar-benar pernah merasa bahwa mencintai itu "mudah", mencintai, ya mencintai saja.


Oke, katakanlah mencintai mudah. Ini mudah karena kita subjeknya. Kita yang mengendalikan perasaan cinta itu. Bohong banget kalo ada orang yang bilang cinta itu tak bisa terbendung lagi~~ karena sulit terkendali, menurutku ya. Cinta itu penuh kendali pencintanya. Maka dari itu, mencintai adalah hal yang...hmm... cukup mudah. Trus yang sulit apa? Menerima cinta. Engga mudah!


Menerima cinta itu, bukan kita yang mengendalikan. Tapi pemberi cintanya. Kalau kita engga mampu menerima cinta, tertolaklah cinta itu. Risih, engga nyaman. Bener, kan? Menerima cinta manusia yang ga diharapkan oleh seseorang akan membuatnya kabur. Sebagai catatan, statement ini perlu dimaknai lengkap dengan spektrumnya. Katakanlah ini penyataan yang mengeneralisasi perasaan cinta, mulai dari yang sederhana sampai yang ugal-ugalan. Karena itu kan, ada yang namanya sasaeng di dunia perartisan Korea sana. Toh, sumbernya juga dari perasaan cinta. Memangnya orang-orang nyaman menerima cinta dari psycho? Ga dong! Tapi orang akan "nyaman" menerima cinta yang sederhana sesuai ekspektasi mereka. Balik ke konteks perartisan, dikatakan sederhana dengan harapan semua album yang diliris dibeli fans. Tiket konser laku terjual juga sederhana. Aksesoris original laku, pun sederhana. Intinya semua itu sesuai ekspektasi (bisnis) mereka, ya bisa diterima karena sesuai harapan. Berlaku juga untuk kisah muda mudi, kalau kamu menerima cinta dari orang yang ga diharapkan, kamu engga nyaman kan? Entah itu wujudnya jadi tidak membalas chat, abai, dan perasaan sejenis. Tapi memangnya bisa begini atas sesuatu yang bersumber dan bermuara kepada Allah? Kufur, kan? Di sini lah, komunikasi menjadi kunci. Doa, adalah bentuk komunikasi "cinta" yang ingin kita terima, yang kita harapkan, kita sampaikan kepada Allah. Tapi, jika bukan itu yang kita harapkan? Perasaan tidak nyaman mungkin hadir, tapi tidak boleh dibiarkan menetap. Jika menetap, maka jangan heran, jadi banyak yang protes dan kufur itu tadi karena "menerima" cinta yang tidak dia harapkan. Padahal itu bentuk cinta Allah, loh!


Hingga, menurut saya ada yang levelnya lebih di atas dibanding sebuah kata cinta, yaitu Rida. Mencintai dengan rida, dan menerima cinta dengan rida. Ketika rida menerima cinta, aku pikir perasaan tidak nyaman tadi; yang muncul ketika telah berdoa menyampaikan cinta yang kita harapkan kepada Allah ternyata tidak sesuai dengan cinta yang Allah turunkan kepada kita; niscaya bakal hilang. Bener-bener ga bakal muncul walau setitik tuh perasaan seperti itu, karena kita rida kepada bagaimana Allah mencintai kita.


Agaknya, cinta Allah dan para nabi begitu. Kepada Rasululullah misalnya. Allah Al-Wadud (kalo secara makna wadud itu cinta yang aktif, mencintai dengan aktif memberi, penuh perhatian dan seterusnya) bertemu dengan Rasul yang rida mencinta dan menerima cinta Allah. Jadi sungguh indahlah buah dari benih cinta yang tumbuh itu, sampai-sampai buahnya dirasakan umat di yaumul akhir nanti. Syafa'at Rasulullah.


Allahumma shalli wa sallim wa barik 'alaih



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.