Degup Kehidupan

 Bismillah,

Sore itu di luar hujan lebat. Deras. Orang-orang sulit sekali melihat jalanan dengan jelas. Yang berada di mobil pun tak bisa mengandalkan wiper untuk melihat terang ke jalanan. Wiper mobil di hadapan lebih terkesan sebagai pengganggu pandangan dibanding "pembersih". Ia dikalahkan oleh debit hujan kencang yang menabrak kaca mobil. Dalam kondisi seperti ini banyak orang kehilangan kesabaran. Salah satu pedagang minuman tradisional keliling, mungkin tanpa sengaja menyerobot jalan. Padahal lampu sein mobil di depannya sudah menunjukkan aba-aba belok kiri. Mulut mobil juga sudah mengambil ancang-ancang untuk memasuki kawasan rumah sakit. Ada mobil lain pula menyusul di belakang. Motor pedagang itu terjebak. Pergerakan mobil sekitar pun ikut terhenti. Salah satu tips untuk membebaskan diri dari kondisi ini adalah tetap tenang dan jeli melihat peluang. 


Mengagumkan! Tidak ada manusia dengan kesadaran baik yang betah berlama-lama dalam jebakan. Pada akhirnya semua ingin membebaskan diri melanjutkan perjalanan.


Begitupun mobil yang hendak menuju lobby rumah sakit tadi. Kendaraan itu tepat terhenti di area teduh lobby. Seorang ibu muda turun disambut sesosok lelaki; yang katakan saja itu suaminya. Si lelaki itu sibuk mengecek kanan kiri sekadar memastikan perempuan di hadapannya aman sentosa. Keduanya saling melempar senyum dan berjalan memasuki rumah sakit sesuai protokol kesehatan.


Tanpa perlu menunggu lama, sebab antrian sudah langsung didaftarkan sejak pagi ketika jam operasional rumah sakit dimulai, perawat memanggil nama si Ibu. Saat di depan pintu ruangan dokter, sayang suaminya tak dapat ikut sebab terkendala protokol. Air muka lelaki itu berubah sedetik, kecewa, walau langsung kembali ke mode ramah pada perawat. Mafhum. Apa boleh buat. Peraturan telah ditetapkan. Berbeda dengan si Ibu, ekspresi kecewa tak dapat diurungkan. Ia memilih mempertahankan raut wajah itu lama-lama. Bahkan saat dokter berkaca mata yang dilindungi lengkap oleh APD menanyakan keluhan, Ibu itu tetap menjawab pelan "Tidak ada keluhan, Dok. Hanya ingin diperiksa apakah kami sehat dan dalam kondisi baik".


Memulai pemeriksaan, semua telah siap di posisi. Tepat saat transduser menyentuh kulit si Ibu, suara degup kehidupan memenuhi ruangan. Selayak dari alat USG yang bertengger di pojok ruangan sengaja dipasang pengeras suara seperti pengeras yang orang-orang gunakan di acara hajatan. Suaranya kencang, keras, menggebu-gebu bersemangat. Si Ibu terperanjat. Tanpa sadar genangan air mata yang telah mengaburkan pandangan nyaris tumpah ruah jika tak ditahan paksa. Susah payah. Dokter sibuk, perawat sibuk. Si Ibu pun, sibuk mengamati dengan pikiran penuh.


Degup kehidupan ini adalah bukti bahwa ruh insan mungil itu telah mengungkapkan persaksiannya; Allah Rabbal alamin. Maka Allah amanahkan kepadanya 'izhom. Allah kehendaki baginya ridho. Keridhoan yang menghadiahkan ruh bersama 'izhomnya tumbuh dalam ruang penuh kasih sayang bernama rahim. Rahmat pertama Allah Maha Baik. Bukan rahmat biasa, melainkan yang terbaik. Ya! Ahsani taqwim, sebaik-baik bentuk dalam rahim, sebaik-baik tempat. 

Nak,

Kehidupanmu telah dimulai. Ia berdegup kencang. Hebat. Bersemangat. Mengetuk jiwa, memantapkan upaya, menguatkan doa agar kamu selalu terjaga. Jika detik ini, degup kehidupan itu sampai kepada tiga orang saja, nanti saat kamu di dunia, degup kebahagiaan atas izinNya akan sampai pula pada keluarga. Kelak, tika kamu dewasa, gaungkanlah degup kebaikan itu dengan semangat yang sama. Dengan kehebatan serupa bahkan lebih kepada dunia. Jadikan degup perjuanganmu mampu membangunkan kembali degup yang meredup. Bertaqwalah kepada Allah dengan sebaik-baik keistiqomahan dalam keimanan. Berjuanglah untuk agama ini dengan sebaik-baik pengorbanan. Sebagaimana kamu pernah bersaksi kemudian Allah ridhoi, dengan menghadiahkanmu sebaik-baik rahmat. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.