Routine
Bismillah,
Holaa!
Sudah lama rasanya tidak berbagi cerita. Sejak lulus, rutinitas menulis memang mulai tereduksi frekuensinya. Tidak sesering ketika "nganggur".
Tulisan ini benar-benar cerita. Murni cerita sajaa~
Bole disekop masuk saku, dilanjut kalo penasaran :3
Kembali ke blogspot~
Nganggur maksud saya di sini, adalah ketika kuliah. Hari-hari sebagai mahasiswa itu adalah hari-hari bebas mengeskspresikan diri, plus mager-magernya #eaaa
Kan maksudnya kalo mager biar nda sia-sia, cara mengekspresikan diri-nya, kita takeoff pikiran cari inspirasi di awan imajinasi gituu trus nulis deh..
Setelah lulus, alhamdulillah tabarakallah, Allah beri saya waktu untuk bermanfaat secara konsisten. Setiap hari, lima hari di kantor dan dua hari lagi amanah internal. Seiring dengan momen adaptasi rutinitas ini, waktu saya untuk menulis dengan ikhlas dipangkas sedikit.
Kenapa dipangkas?
Pasalnya, sering kali ide itu muncul di waktu-waktu saya sedang aktif bekerja & berpikir. Ada saja terlintas, entah itu reminder, hal-hal lucu, pun analogi yang membuat saya sangat harus kembali berbenah.
Kalau sudah begini, semacam timbul konflik batin. Tak sanggup rasanya kawan, apabila ter-enterlah dengan sengaja huruf b di kolom pencarian browser. Eh ini lebay sih, pencet enter mah pencet aja yak. Lebih ke waktu yang dihabiskan untuk berpikir dan menulisnya si, hehe. Kepikiran halal tidak apa yang saya terima kalau saya menulis padahal masih ada kewajiban yang mesti ditunaikan wkwkwk.
#mulaisosibuk
#istigfar
#awaspencitraan
Nggak, nggak. Ini bukan pencitraan sungguh!
Saya hanya ingat saja, kisah hikmah yang diceritakan ustadzah waktu di sekolah dulu, beliau mengajarkan mata pelajaran Aqidah Akhlak untuk DMP. Katakanlah ada 2 orang anggota kelas. Anggap saja mereka bernama fulanah-X dan fulanah-Y, dengan X adalah absis dan Y adalah ordinat. (Thor, serius)
Suatu hari ada ulangan di kelas, Y mengerjakan sesuai kemampuannya, tetapi X mencontek untuk pertama dan (mungkin) terakhir kalinya. Akibat X mencontek, baguslah nilai ulangannya. Sementara Y, yang siswa teladan nilainya menjadi tidak lebih baik daripada nilai yang diperoleh X. Pada kesempatan pendaftaran PTN via rapor, hanya ada kuota untuk 1 orang diterima di PTN bergensi. Berdasarkan hasil pemeriksaan nilai rapor, lulus lah X di univ ternama, sementara Y mengikuti ujian masuk bersama dan lulus di univ daerahnya. X kuliah, Y juga kuliah.
Setiap orang punya garis takdir yang berbeda.
Diterimalah X (karena lulusan kampus bagus) di perusahaan multinasional, dan Y bantu-bantu di usaha lokal masyarakat daerahnya.
Pertanyaan ustadzah waktu itu masih jelas bagi saya,
"menurut Ananda, apakah rezeki X adalah haknya?" Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali dan menghipnotis kami untuk menjawab tidak.
Well, mungkin sebagian orang minat mendebat jawaban ini. Entah mengatakan terlalu berlebihan lah, apa lah. Tapi siapa pula kami anak kelas 3 DMP yang unyu-unyu mendebat guru baik hati di hadapan kami? Bukankah saat itu kami memang belajar Aqidah Akhlak. Aqidah akhlak, cuy ini tuuh.
Sebaliknya jika kita menggampangkan, khawatir malah terjebak.
Hmm memang, pemahaman dan keyakinan ini tetap harus dijaga secara kuat dan istiqomah.
Ada tantangannya, tapi harus lulus pake banget.
Begitulah rutinitas saya akhir-akhir ini.
Selain tidur di malam hari tentu saja.
:)
Holaa!
Sudah lama rasanya tidak berbagi cerita. Sejak lulus, rutinitas menulis memang mulai tereduksi frekuensinya. Tidak sesering ketika "nganggur".
Tulisan ini benar-benar cerita. Murni cerita sajaa~
Bole disekop masuk saku, dilanjut kalo penasaran :3
Kembali ke blogspot~
Nganggur maksud saya di sini, adalah ketika kuliah. Hari-hari sebagai mahasiswa itu adalah hari-hari bebas mengeskspresikan diri, plus mager-magernya #eaaa
Kan maksudnya kalo mager biar nda sia-sia, cara mengekspresikan diri-nya, kita takeoff pikiran cari inspirasi di awan imajinasi gituu trus nulis deh..
Setelah lulus, alhamdulillah tabarakallah, Allah beri saya waktu untuk bermanfaat secara konsisten. Setiap hari, lima hari di kantor dan dua hari lagi amanah internal. Seiring dengan momen adaptasi rutinitas ini, waktu saya untuk menulis dengan ikhlas dipangkas sedikit.
Kenapa dipangkas?
Pasalnya, sering kali ide itu muncul di waktu-waktu saya sedang aktif bekerja & berpikir. Ada saja terlintas, entah itu reminder, hal-hal lucu, pun analogi yang membuat saya sangat harus kembali berbenah.
Kalau sudah begini, semacam timbul konflik batin. Tak sanggup rasanya kawan, apabila ter-enterlah dengan sengaja huruf b di kolom pencarian browser. Eh ini lebay sih, pencet enter mah pencet aja yak. Lebih ke waktu yang dihabiskan untuk berpikir dan menulisnya si, hehe. Kepikiran halal tidak apa yang saya terima kalau saya menulis padahal masih ada kewajiban yang mesti ditunaikan wkwkwk.
#mulaisosibuk
#istigfar
#awaspencitraan
Nggak, nggak. Ini bukan pencitraan sungguh!
Saya hanya ingat saja, kisah hikmah yang diceritakan ustadzah waktu di sekolah dulu, beliau mengajarkan mata pelajaran Aqidah Akhlak untuk DMP. Katakanlah ada 2 orang anggota kelas. Anggap saja mereka bernama fulanah-X dan fulanah-Y, dengan X adalah absis dan Y adalah ordinat. (Thor, serius)
Suatu hari ada ulangan di kelas, Y mengerjakan sesuai kemampuannya, tetapi X mencontek untuk pertama dan (mungkin) terakhir kalinya. Akibat X mencontek, baguslah nilai ulangannya. Sementara Y, yang siswa teladan nilainya menjadi tidak lebih baik daripada nilai yang diperoleh X. Pada kesempatan pendaftaran PTN via rapor, hanya ada kuota untuk 1 orang diterima di PTN bergensi. Berdasarkan hasil pemeriksaan nilai rapor, lulus lah X di univ ternama, sementara Y mengikuti ujian masuk bersama dan lulus di univ daerahnya. X kuliah, Y juga kuliah.
Setiap orang punya garis takdir yang berbeda.
Diterimalah X (karena lulusan kampus bagus) di perusahaan multinasional, dan Y bantu-bantu di usaha lokal masyarakat daerahnya.
Pertanyaan ustadzah waktu itu masih jelas bagi saya,
"menurut Ananda, apakah rezeki X adalah haknya?" Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali dan menghipnotis kami untuk menjawab tidak.
Well, mungkin sebagian orang minat mendebat jawaban ini. Entah mengatakan terlalu berlebihan lah, apa lah. Tapi siapa pula kami anak kelas 3 DMP yang unyu-unyu mendebat guru baik hati di hadapan kami? Bukankah saat itu kami memang belajar Aqidah Akhlak. Aqidah akhlak, cuy ini tuuh.
Sebaliknya jika kita menggampangkan, khawatir malah terjebak.
Hmm memang, pemahaman dan keyakinan ini tetap harus dijaga secara kuat dan istiqomah.
Ada tantangannya, tapi harus lulus pake banget.
Begitulah rutinitas saya akhir-akhir ini.
Selain tidur di malam hari tentu saja.
:)
Tidak ada komentar: