Dunia Hujan (5)

Bismillah,


"Lalu.."
"Tuk, berarti orang bernama Samudra itu lah penyebabnya mengapa di kampung kita ini jarang turun hujan?"
"Hahhahhaa!! Bisa jadi Fi! Malu dia telah menolak Samudra! Hahhahaa!"
"Di mana Angku Samudra itu tinggalnya, Tuk?"
"Ada, dekat sini Wa. Bersiaplah, mari kita cari di mana Angku Samudra itu tinggalnya"

...

"Dari mana adik-adik, Kakak ni? Lihatlah, mengapa banyak anak rumput belulang di baju kalian?"
"Abis cabut rumput di kuburan Andung, Kak"
"Iya, padahal tadi kata Atuk kami mau diajak ke tempat Angku Samudra"

Atuk yang dari tadi menahan senyum, tergelak melepas tawa. Sedetik kemudian ia berlalu ke dapur membuat kopi, menyisakan punggungnya yang masih bergetar karena tertawa dan meninggalkan Ihsan; yang baru saja pulang main bola membersihkan baju Awa dan Fifi. Tampaknya Atuk berhasil mengerjai si kembar atas cerita masa lalunya. Ihsan juga tampak geli sendiri melihat kedua bocah itu mayun-manyun. Tak apa lah, biar mereka sama dikerjainya denganku, sampai aku hafal cerita itu, pikirnya. Ya, itu adalah cerita patah hati kakek ditolak kawan mainnya anak bupati zaman bujang dulu.
"Memang siapa itu Angku Samudra?"
...
Mulailah Awa dan Fifi mengulang sambil memperagakan persis seperti kakek bercerita. Ihsan benar-benar bisa hafal cerita ini, haha.
"Jadi karena malu pada Angku Samudra makanya hujan tak kunjung turun begitu?
"Iya kaak"
"Memang hujan bisa bicara?"
"Bis..."
"..."
"Atuuukk.....!!!"


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.