Tidak Satupun
Bismillah,
Suatu pagi di hari Minggu. Seorang gadis kecil sudah bangun subuh-subuh untuk mengikuti acara Didikan Subuh. Semacam sekolah subuh untuk anak-anak usia SD. Adanya sekolah ini selain untuk menanamkan nilai agama lebih kepada anak-anak juga untuk mendidik mereka agar tidak terbiasa tidur panjang di waktu pagi hari-hari libur.
Saat adzan subuh berkumandang, gadis itu berjalan ke mesjid dekat rumahnya. Membawa tas ransel berisi buku catatan dan pensil. Penuh semangat diikutinya acara subuh pagi itu. Lalu, sampailah di penghujung acara. Seluruh siswa dikumpulkan per kelas. Gadis itu menuju kelompok kelas satu. Kelas terendah.
Waktunya evaluasi ibadah mingguan oleh guru-guru pembina kelas.
Setelah beberapa kalimat opening dimulailah pertanyaan,
Pak Guru: Siapa yang sudah haji?
Anak-anak: Papa saya Pak, mama sayaa!!
Anak-anak bersahut-sahutan menanggapi pertanyaan candaan Pak Guru
Pak Guru: Siapa yang sudah berinfak dalam seminggu ini?
Anak-anak mengangkat tangan kanan mereka. Nyaris semua.
Pak Guru: Alhamdulillah. Semoga tidak berinfak ke warung sebelah ya. Hehe. Lalu siapa yang puasa sunnah minggu ini?
Anak-anak hanya sedikit yang mengangkat tangan
Pak Guru: Siapa yang dalam minggu ini tertinggal shalatnya lebih dari 5 kali?
Anak-anak sebagian mengangkat tangan. Banyak anak laki-laki.
Pak Guru: Yang tidak pernah tertinggal shalat subuh?
Gadis itu tidak mengangkat tangannya
Pak Guru: Yang tidak pernah tinggal shalatnya?
Lagi-lagi gadis itu tidak mengangkat tangannya
Pak Guru: Yang tertinggal shalatnya hanya sekali?
Gadis itu mengangkat tangan. Sendiri.
Pak Guru: Shalat apa Nak?
Gadis Kecil: S, su, subuh Pak..
Gadis kecil itu telah berbohong dan dia sadar. Pak Guru tahu itu.
Setibanya di rumah Ibu bertanya padanya tentang kegiatan anaknya selama di mesjid. Gadis itu menceritakan dengan detil termasuk evaluasi ibadah dari Pak Guru.
Ibu: Kenapa mengatakan kalau shalatmu bolong satu? Padahal setiap pagi, Ibu kan membangunkanmu Nak?
Nada bicara Ibu terdengar kecewa. Ibu berlalu
Gadis kecil: Ibu... aku malu jika terlihat sholeh sendiri Bu. Sementara anak-anak seusiaku tidak satupun yang tidak tertinggal shalatnya. Maaf Bu.
Ibu: Nak, tidak ada kebohongan untuk menutupi sebuah amal. Diam lebih baik daripada harus berbohong, Anak ibu tidak boleh berbohong. Ibu tidak ingin ini terjadi lagi ya?
Gadis kecil: Baik Bu. Maafkan aku Ibu. Gadis kecil itu terisak. Tangisnya pecah.
Aku tidak paham jalan pikiran gadis kecil itu
Suatu pagi di hari Minggu. Seorang gadis kecil sudah bangun subuh-subuh untuk mengikuti acara Didikan Subuh. Semacam sekolah subuh untuk anak-anak usia SD. Adanya sekolah ini selain untuk menanamkan nilai agama lebih kepada anak-anak juga untuk mendidik mereka agar tidak terbiasa tidur panjang di waktu pagi hari-hari libur.
Saat adzan subuh berkumandang, gadis itu berjalan ke mesjid dekat rumahnya. Membawa tas ransel berisi buku catatan dan pensil. Penuh semangat diikutinya acara subuh pagi itu. Lalu, sampailah di penghujung acara. Seluruh siswa dikumpulkan per kelas. Gadis itu menuju kelompok kelas satu. Kelas terendah.
Waktunya evaluasi ibadah mingguan oleh guru-guru pembina kelas.
Setelah beberapa kalimat opening dimulailah pertanyaan,
Pak Guru: Siapa yang sudah haji?
Anak-anak: Papa saya Pak, mama sayaa!!
Anak-anak bersahut-sahutan menanggapi pertanyaan candaan Pak Guru
Pak Guru: Siapa yang sudah berinfak dalam seminggu ini?
Anak-anak mengangkat tangan kanan mereka. Nyaris semua.
Pak Guru: Alhamdulillah. Semoga tidak berinfak ke warung sebelah ya. Hehe. Lalu siapa yang puasa sunnah minggu ini?
Anak-anak hanya sedikit yang mengangkat tangan
Pak Guru: Siapa yang dalam minggu ini tertinggal shalatnya lebih dari 5 kali?
Anak-anak sebagian mengangkat tangan. Banyak anak laki-laki.
Pak Guru: Yang tidak pernah tertinggal shalat subuh?
Gadis itu tidak mengangkat tangannya
Pak Guru: Yang tidak pernah tinggal shalatnya?
Lagi-lagi gadis itu tidak mengangkat tangannya
Pak Guru: Yang tertinggal shalatnya hanya sekali?
Gadis itu mengangkat tangan. Sendiri.
Pak Guru: Shalat apa Nak?
Gadis Kecil: S, su, subuh Pak..
Gadis kecil itu telah berbohong dan dia sadar. Pak Guru tahu itu.
Setibanya di rumah Ibu bertanya padanya tentang kegiatan anaknya selama di mesjid. Gadis itu menceritakan dengan detil termasuk evaluasi ibadah dari Pak Guru.
Ibu: Kenapa mengatakan kalau shalatmu bolong satu? Padahal setiap pagi, Ibu kan membangunkanmu Nak?
Nada bicara Ibu terdengar kecewa. Ibu berlalu
Gadis kecil: Ibu... aku malu jika terlihat sholeh sendiri Bu. Sementara anak-anak seusiaku tidak satupun yang tidak tertinggal shalatnya. Maaf Bu.
Ibu: Nak, tidak ada kebohongan untuk menutupi sebuah amal. Diam lebih baik daripada harus berbohong, Anak ibu tidak boleh berbohong. Ibu tidak ingin ini terjadi lagi ya?
Gadis kecil: Baik Bu. Maafkan aku Ibu. Gadis kecil itu terisak. Tangisnya pecah.
Aku tidak paham jalan pikiran gadis kecil itu
Tidak ada komentar: