Ema (4)
Bismillah...
Gempa 2007
Gempa telah mengguncang negeri kami. Agaknya sekolah di kaki Bukit Barisan ini berada tepat di daerah patahan bumi. Bersama dengan itu, kelas-kelas kami ikut roboh. Bangunan sekolah ini memang tak pernah diganti sejak zaman kumpeni dahulu. Kalau saja jari atau sikutmu menyenggol sanding-sanding dinding kelas, ia akan terkikis dengan mudahnya. Namanya juga bangunan berbahan kapur. Mungkin.. sudah lelah perhimpunan para batu kapur itu menyangga bilik-bilik bangunan ini. Mereka minta dipensiunkan.
Bersama dengan itu, kisah misterius; karna aku geli sendiri menyebutnya romantis; surat biru bergambar spiderman di laci meja Ema juga berakhir. Lagi pula, Ema tak pernah menanggapi surat-surat itu. Yah, walau ia meminum/makan hadiah-hadiah itu sampai habis. Bahkan, sekedar meletakkan surat balasan berisi terima kasih pun tidak. Malah, Ema meletakkan botol madu, habbatussauda, kotak kurma dan botol air zam-zam yang telah habis diminumnya itu kembali di laci mejanya.
Ah malang sekali pengirim surat itu.
Mengapa kukatakan berakhir, sebabnya adalah musibah ini menutup hari-hari kami sebagai siswa sekolah ini. Kejadiannya yang tepat setelah masa-masa ujian nasional berakhir, membuat kami tidak perlu lagi ke sekolah kecuali untuk menandatangani ijazah dan mengambilnya tiga hari setelah itu. Kami melanjutkan perjalanan hidup masing-masing. Ema melanjutkan kesibukannya sebagai pengajar dan sebagai produsen tas handmade. Usaha itu tampak semakin mencapai masa emasnya. Entah bagaimana dengan nasib si pengirim surat. Yah, baiklah kuberi tahu sedikit. Jika tebakanku benar dia adalah Zam, aku diberi kabar Zam melanjutkan sekolahnya ke Madinah. Belajar Quran. Ah, aku tak tahu pasti bidang yang ditekuninya. Ohya, aku pernah menceritakan secara asal, kabar tentang Zam pada Ema. Hei, kawan! Kali ini aku tidak luput terhadap tanggapan Ema. Ia penasaran walau itu hanya ditunjukkannya dengan bola mata yang membulat. Aku cukup yakin Ema ingin tahu tentang Zam. Tapi setelahnya, Ema hanya angguk-angguk. Standar.
Ckck, Ema.
Nanti saat kehilangan, akan bagaimana ya karibku itu?
Bersambung
Gempa 2007
Gempa telah mengguncang negeri kami. Agaknya sekolah di kaki Bukit Barisan ini berada tepat di daerah patahan bumi. Bersama dengan itu, kelas-kelas kami ikut roboh. Bangunan sekolah ini memang tak pernah diganti sejak zaman kumpeni dahulu. Kalau saja jari atau sikutmu menyenggol sanding-sanding dinding kelas, ia akan terkikis dengan mudahnya. Namanya juga bangunan berbahan kapur. Mungkin.. sudah lelah perhimpunan para batu kapur itu menyangga bilik-bilik bangunan ini. Mereka minta dipensiunkan.
Bersama dengan itu, kisah misterius; karna aku geli sendiri menyebutnya romantis; surat biru bergambar spiderman di laci meja Ema juga berakhir. Lagi pula, Ema tak pernah menanggapi surat-surat itu. Yah, walau ia meminum/makan hadiah-hadiah itu sampai habis. Bahkan, sekedar meletakkan surat balasan berisi terima kasih pun tidak. Malah, Ema meletakkan botol madu, habbatussauda, kotak kurma dan botol air zam-zam yang telah habis diminumnya itu kembali di laci mejanya.
Ah malang sekali pengirim surat itu.
Mengapa kukatakan berakhir, sebabnya adalah musibah ini menutup hari-hari kami sebagai siswa sekolah ini. Kejadiannya yang tepat setelah masa-masa ujian nasional berakhir, membuat kami tidak perlu lagi ke sekolah kecuali untuk menandatangani ijazah dan mengambilnya tiga hari setelah itu. Kami melanjutkan perjalanan hidup masing-masing. Ema melanjutkan kesibukannya sebagai pengajar dan sebagai produsen tas handmade. Usaha itu tampak semakin mencapai masa emasnya. Entah bagaimana dengan nasib si pengirim surat. Yah, baiklah kuberi tahu sedikit. Jika tebakanku benar dia adalah Zam, aku diberi kabar Zam melanjutkan sekolahnya ke Madinah. Belajar Quran. Ah, aku tak tahu pasti bidang yang ditekuninya. Ohya, aku pernah menceritakan secara asal, kabar tentang Zam pada Ema. Hei, kawan! Kali ini aku tidak luput terhadap tanggapan Ema. Ia penasaran walau itu hanya ditunjukkannya dengan bola mata yang membulat. Aku cukup yakin Ema ingin tahu tentang Zam. Tapi setelahnya, Ema hanya angguk-angguk. Standar.
Ckck, Ema.
Nanti saat kehilangan, akan bagaimana ya karibku itu?
Bersambung
Tidak ada komentar: