Bulan Baru
Bismillah,
"Assalamualaikum... Halo, Ibu" Sapaku bahagia setelah beberapa detik teleponku diangkat
"Waalaikumussalam warahmatullah. Matikan matikan, biar Ibu telepon ke sana" Balas Ibu buru-buru.
"Hehe, Bu..Ibu" Aku hanya tersenyum sambil menutup telepon itu. Di luar, sudah ramai teman, adik, maupun kakak kelas mengantri giliran menelepon di wartel ini. Daripada berdesak-desakan di lautan manusia ini, aku lebih baik keluar, membayar tagihan dan bersegera menuju ruangan sebelah. Ruang informasi, tempat 3 telepon asrama berada. Tiga telepon yang digunakan entah sudah berapa tahun oleh banyak sekali santri.
Salah satu telepon berdering. Ustadzah penjaga ruang informasi mengangkat telepon itu. Aku berharap namaku yang dipanggilnya. Tapi bukan. Lalu ada telepon lain berdering. Kali ini pasti aku. Aku hafal Ibu suka sekali menggunakan nomor pada telepon itu. Lebih mudah dihafal kata beliau suatu kali kutanya. Daaan..yiey! Benar telepon kali ini untukku.
"Assalamualaikum Ibuuu"
"Waalaikumussalam warahmatullah anak Ibu. Sehat, Nak?"
"Alhamdulillah sehat Bu. Ibu dan Bapak sehat?"
"Alhamdulillah kami sihah wal 'afiah di sini"
"Syukurlah. Ibu masak apa hari ini? Makan enak?"
"Hari ini Ibu makan dengan tahu dan kangkung, Nak. Enak kata Bapakmu"
"..." Allah, bagaimana ini. Apa aku urungkan saja niatku?
"Nak?"
"Ya jelas enak Bu. Siapa dulu yang masak, Ibu.."
"Hehe, Bapak yang penting masakan rumah kan suka selalu Nak"
"Yang penting masakan Ibu, lebih tepatnya Bu. Oiya kakak mau mengabarkan kalau minggu depan kakak ujian. Mohon doa dari Ibu dan Bapak supaya lancar ujiannya kakak ya Bu. Sampaikan pada Bapak juga"
"Wah, benarkah? Doa Ibu dan Bapak selalu untukmu Nak. Belajar yang semangat Nak. Jangan lupa bersyukur pada Allah, beristigfar, dan berusaha yang terbaik ya!"
"Siap Ibu. Bapak sedang ke kandang ya Bu?"
"Iya, Nak. Akhir-akhir ini banyak ternak yang sakit dan beberapa ekor mati"
"..."
"Tidak usah dipikirkan. Semua akan Bapak dan Ibu tangani di sini. Hehe. Kamu belajar yang rajin di sana. Jangan mengecewakan ustadzah ya!"
"Iya Bu. Jaga kesehatan ya Bu. Jagain Bapak juga. hehe"
"In sya a Allah. Doakan Bapak dan Ibu ya.. Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam warahmatullah, Ibu.."
Allah, bagaimana aku akan melunasi uang ujian?
Kalau begitu...
"Ustadzah, ustadzah. boleh Ana masuk ke kamar Ustadzah? Ini rahasia Dzah.."
"Silakan"
"Hari Jumat Sadzah kosong tidak? Mau menemani ana ke pasar Dzah?"
"Oh, boleh. Ada perlu apa kira-kira, Nanda?"
"Ana mau menjual anting-anting ini Dzah. Buat bayar uang sekolah"
"..."
"Bisa ya Dzah?"
"I,iya boleh. Sudah izin sama Ibunya Nanda?"
"In sya a Allah dibolehkan Ibu Dzah"
-----
Ada dua hati yang terasa berat, dada yang terasa sesak, pikiran yang berkecamuk. Kusut.
"Assalamualaikum... Halo, Ibu" Sapaku bahagia setelah beberapa detik teleponku diangkat
"Waalaikumussalam warahmatullah. Matikan matikan, biar Ibu telepon ke sana" Balas Ibu buru-buru.
"Hehe, Bu..Ibu" Aku hanya tersenyum sambil menutup telepon itu. Di luar, sudah ramai teman, adik, maupun kakak kelas mengantri giliran menelepon di wartel ini. Daripada berdesak-desakan di lautan manusia ini, aku lebih baik keluar, membayar tagihan dan bersegera menuju ruangan sebelah. Ruang informasi, tempat 3 telepon asrama berada. Tiga telepon yang digunakan entah sudah berapa tahun oleh banyak sekali santri.
Salah satu telepon berdering. Ustadzah penjaga ruang informasi mengangkat telepon itu. Aku berharap namaku yang dipanggilnya. Tapi bukan. Lalu ada telepon lain berdering. Kali ini pasti aku. Aku hafal Ibu suka sekali menggunakan nomor pada telepon itu. Lebih mudah dihafal kata beliau suatu kali kutanya. Daaan..yiey! Benar telepon kali ini untukku.
"Assalamualaikum Ibuuu"
"Waalaikumussalam warahmatullah anak Ibu. Sehat, Nak?"
"Alhamdulillah sehat Bu. Ibu dan Bapak sehat?"
"Alhamdulillah kami sihah wal 'afiah di sini"
"Syukurlah. Ibu masak apa hari ini? Makan enak?"
"Hari ini Ibu makan dengan tahu dan kangkung, Nak. Enak kata Bapakmu"
"..." Allah, bagaimana ini. Apa aku urungkan saja niatku?
"Nak?"
"Ya jelas enak Bu. Siapa dulu yang masak, Ibu.."
"Hehe, Bapak yang penting masakan rumah kan suka selalu Nak"
"Yang penting masakan Ibu, lebih tepatnya Bu. Oiya kakak mau mengabarkan kalau minggu depan kakak ujian. Mohon doa dari Ibu dan Bapak supaya lancar ujiannya kakak ya Bu. Sampaikan pada Bapak juga"
"Wah, benarkah? Doa Ibu dan Bapak selalu untukmu Nak. Belajar yang semangat Nak. Jangan lupa bersyukur pada Allah, beristigfar, dan berusaha yang terbaik ya!"
"Siap Ibu. Bapak sedang ke kandang ya Bu?"
"Iya, Nak. Akhir-akhir ini banyak ternak yang sakit dan beberapa ekor mati"
"..."
"Tidak usah dipikirkan. Semua akan Bapak dan Ibu tangani di sini. Hehe. Kamu belajar yang rajin di sana. Jangan mengecewakan ustadzah ya!"
"Iya Bu. Jaga kesehatan ya Bu. Jagain Bapak juga. hehe"
"In sya a Allah. Doakan Bapak dan Ibu ya.. Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam warahmatullah, Ibu.."
Allah, bagaimana aku akan melunasi uang ujian?
Kalau begitu...
"Ustadzah, ustadzah. boleh Ana masuk ke kamar Ustadzah? Ini rahasia Dzah.."
"Silakan"
"Hari Jumat Sadzah kosong tidak? Mau menemani ana ke pasar Dzah?"
"Oh, boleh. Ada perlu apa kira-kira, Nanda?"
"Ana mau menjual anting-anting ini Dzah. Buat bayar uang sekolah"
"..."
"Bisa ya Dzah?"
"I,iya boleh. Sudah izin sama Ibunya Nanda?"
"In sya a Allah dibolehkan Ibu Dzah"
-----
Ada dua hati yang terasa berat, dada yang terasa sesak, pikiran yang berkecamuk. Kusut.
Tidak ada komentar: