Ingin Pulang
Bismillah,
Beberapa tukang ojek yang sedang mangkal di pangkalan mulai jengah. Bukan karena terlalu banyak penumpang yang bergantian mereka antar, tapi karena menghadapi seorang nenek yang ingin pulang.
"Trus mau gimana lagi, Mak... Kami juga tidak tahu Amak tinggal di mana"
"Tolong lah Nak, antarkan Amak pulang, Nak"
Sang Nenek meminta sambil memelas. Sebanyak apa kata, frasa dan kalimat yang dipaparkan nenek untuk menjelaskan lokasi tempat tinggalnya, tak jua dimengerti oleh para tukang ojek. Jika mereka memutuskan untuk mengantar sang Nenek ke tempat yang diingininya bisa dipastikan hal itu cukup beresiko. Lalu seorang gadis yang sejak tadi mengamati perdebatan itu datang menghampiri.
"Nek, nenek mau ke mana? Mari saya antar"
Iba mungkin melihat sang Nenek. Dipapahnya lah Nenek untuk terus jalan. Tujuannya hanya satu, yaitu kantor polisi yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Sayangnya, sang Nenek menolak berjalan beriringan karena bukan arah itu yang ditujunya. Terus saja sang Nenek menunjuk-nunjuk arah terminal. Tapi sekali lagi, mengikuti petunjuk nenek tanpa jelas ujung tujuannya adalah resiko. Lalu seorang ibu-ibu berumur sekitar 50 tahun-an mulai bersimpati. Sambil membantu sang Gadis, si Ibu menyarankan agar mulai mencari identitas sang Nenek di tas tenteng kecil berwarna hijau yang dibawanya. Nyatanya, setelah pemeriksaan dengan banyak saksi dilakukan, tas itu kosong. Lalu terlintas juga pikiran barangkali identitas itu ada di saku baju sang Nenek. Bukan identitas yang didapat tetapi segenggam uang merah dan uang biru, yang jika ditotal mencapai lebih dari satu juta rupiah. Ya Rabb, apa jadinya jika tindak kriminal terjadi pada sang Nenek? Belum lagi beliau memakai cincin emas. Sang Gadis dan Ibu tadi mulai khawatir. Sang Nenek harus segera diantar pulang ke rumahnya.
Kali ini sang Gadis benar, akan membawanya ke kantor polisi. Tentu saja ingin menyelamatkan Nenek, meminta tolong pada polisi supaya membantu mengantarkan Nenek ke rumahnya. Ketika rombongan berbalik arah menuju kantor, Nenek mulai dengan ocehan yang dimengerti seorang pun. Kakinya mulai ditahannya lagi seolah memaksa sang Gadis dan Ibu membawanya ke arah lain. Akhirnya, setelah sedikit bujukan demi sang Nenek yang mau diajak menyeberang sedikit lagi menuju kantor polisi, Sang Gadis "berpura-pura" paham dengan petunjuk arah dari Sang Nenek. Sambil memahamkan Sang Nenek,
"Iya Nek, in sya a Allah kita akan ke sana. Sekarang kita menyeberang jalan ini dulu ya Nek"
Seorang polisi yang berjaga di pos agaknya mulai paham dengan apa yang sedang terjadi. Polisi tersebut mempersilakan rombongan masuk. Sang Gadis melaporkan kejadian yang terjadi di pasar sejak pertama pengamatannya hingga berakhir di kantor polisi ini. Tapi di seluruh instansi pemerintahan pastilah ada proses. Seorang petugas mulai mencatat seluruh laporan yang diterima. Tugas mereka sekarang adalah menemukan tempat tinggal sang Nenek. Muncullah ide untuk membawa kembali nenek ke tempat semula sang Gadis menemukan Nenek.
Perjuangan dilanjutkan dengan bertanya pada orang-orang pasar yang mungkin saja tahu di mana sang Nenek tinggal. Nenek dipapah menuju tempat semula sang Gadis menyaksikan perdebatannya dengan tukang ojek. Setelah berjalan keliling dan bertanya sekitar, akhirnya seorang tukang ojek (di pangkalan yang berbeda dengan tempat semula) mengenali sang Nenek. Ia memberi tahu ke mana Nenek dapat diantar.
Bersama rombongan polisi, akhirnya sang Nenek berhasil sampai ke rumahnya.
Setelahnya, seorang polisi berkata pada sang Gadis,
"Untung saja ketemu rumahnya, Dik. Jika tidak Adik harus tinggal di kantor polisi sampai nenek tadi sampai ke rumahnya atau ada yang menjemputnya"
"Kenapa bisa begitu, Pak?"
"Karena dalam hal ini Adik sebagai pelapor dan saksi kunci"
Lalu sang Gadis bergumam tentang sesuatu yang hanya dia sendiri yang mendengarnya. Ia berlalu pergi dari kantor polisi. Bersyukur kejadian hari ini menemukan solusinya.
----------------------------
Jika setiap proses & birokrasi membuat semua orang yang berniat baik menjadi sulit, pantas saja para tukang ojek berat hati mengantar nenek tersebut minimal ke kantor polisi. Lalu, banyak orang-orang yang "terpaksa" menjadi tidak peduli.
Jika berbuat baik bukanlah sesuatu yang dilandaskan pada keikhlasan, tidaklah perbuatan baik itu menjadi sesuatu yang berharga seperti landasannya.
Beberapa tukang ojek yang sedang mangkal di pangkalan mulai jengah. Bukan karena terlalu banyak penumpang yang bergantian mereka antar, tapi karena menghadapi seorang nenek yang ingin pulang.
"Trus mau gimana lagi, Mak... Kami juga tidak tahu Amak tinggal di mana"
"Tolong lah Nak, antarkan Amak pulang, Nak"
Sang Nenek meminta sambil memelas. Sebanyak apa kata, frasa dan kalimat yang dipaparkan nenek untuk menjelaskan lokasi tempat tinggalnya, tak jua dimengerti oleh para tukang ojek. Jika mereka memutuskan untuk mengantar sang Nenek ke tempat yang diingininya bisa dipastikan hal itu cukup beresiko. Lalu seorang gadis yang sejak tadi mengamati perdebatan itu datang menghampiri.
"Nek, nenek mau ke mana? Mari saya antar"
Iba mungkin melihat sang Nenek. Dipapahnya lah Nenek untuk terus jalan. Tujuannya hanya satu, yaitu kantor polisi yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Sayangnya, sang Nenek menolak berjalan beriringan karena bukan arah itu yang ditujunya. Terus saja sang Nenek menunjuk-nunjuk arah terminal. Tapi sekali lagi, mengikuti petunjuk nenek tanpa jelas ujung tujuannya adalah resiko. Lalu seorang ibu-ibu berumur sekitar 50 tahun-an mulai bersimpati. Sambil membantu sang Gadis, si Ibu menyarankan agar mulai mencari identitas sang Nenek di tas tenteng kecil berwarna hijau yang dibawanya. Nyatanya, setelah pemeriksaan dengan banyak saksi dilakukan, tas itu kosong. Lalu terlintas juga pikiran barangkali identitas itu ada di saku baju sang Nenek. Bukan identitas yang didapat tetapi segenggam uang merah dan uang biru, yang jika ditotal mencapai lebih dari satu juta rupiah. Ya Rabb, apa jadinya jika tindak kriminal terjadi pada sang Nenek? Belum lagi beliau memakai cincin emas. Sang Gadis dan Ibu tadi mulai khawatir. Sang Nenek harus segera diantar pulang ke rumahnya.
Kali ini sang Gadis benar, akan membawanya ke kantor polisi. Tentu saja ingin menyelamatkan Nenek, meminta tolong pada polisi supaya membantu mengantarkan Nenek ke rumahnya. Ketika rombongan berbalik arah menuju kantor, Nenek mulai dengan ocehan yang dimengerti seorang pun. Kakinya mulai ditahannya lagi seolah memaksa sang Gadis dan Ibu membawanya ke arah lain. Akhirnya, setelah sedikit bujukan demi sang Nenek yang mau diajak menyeberang sedikit lagi menuju kantor polisi, Sang Gadis "berpura-pura" paham dengan petunjuk arah dari Sang Nenek. Sambil memahamkan Sang Nenek,
"Iya Nek, in sya a Allah kita akan ke sana. Sekarang kita menyeberang jalan ini dulu ya Nek"
Seorang polisi yang berjaga di pos agaknya mulai paham dengan apa yang sedang terjadi. Polisi tersebut mempersilakan rombongan masuk. Sang Gadis melaporkan kejadian yang terjadi di pasar sejak pertama pengamatannya hingga berakhir di kantor polisi ini. Tapi di seluruh instansi pemerintahan pastilah ada proses. Seorang petugas mulai mencatat seluruh laporan yang diterima. Tugas mereka sekarang adalah menemukan tempat tinggal sang Nenek. Muncullah ide untuk membawa kembali nenek ke tempat semula sang Gadis menemukan Nenek.
Perjuangan dilanjutkan dengan bertanya pada orang-orang pasar yang mungkin saja tahu di mana sang Nenek tinggal. Nenek dipapah menuju tempat semula sang Gadis menyaksikan perdebatannya dengan tukang ojek. Setelah berjalan keliling dan bertanya sekitar, akhirnya seorang tukang ojek (di pangkalan yang berbeda dengan tempat semula) mengenali sang Nenek. Ia memberi tahu ke mana Nenek dapat diantar.
Bersama rombongan polisi, akhirnya sang Nenek berhasil sampai ke rumahnya.
Setelahnya, seorang polisi berkata pada sang Gadis,
"Untung saja ketemu rumahnya, Dik. Jika tidak Adik harus tinggal di kantor polisi sampai nenek tadi sampai ke rumahnya atau ada yang menjemputnya"
"Kenapa bisa begitu, Pak?"
"Karena dalam hal ini Adik sebagai pelapor dan saksi kunci"
Lalu sang Gadis bergumam tentang sesuatu yang hanya dia sendiri yang mendengarnya. Ia berlalu pergi dari kantor polisi. Bersyukur kejadian hari ini menemukan solusinya.
----------------------------
Jika setiap proses & birokrasi membuat semua orang yang berniat baik menjadi sulit, pantas saja para tukang ojek berat hati mengantar nenek tersebut minimal ke kantor polisi. Lalu, banyak orang-orang yang "terpaksa" menjadi tidak peduli.
Jika berbuat baik bukanlah sesuatu yang dilandaskan pada keikhlasan, tidaklah perbuatan baik itu menjadi sesuatu yang berharga seperti landasannya.
Tidak ada komentar: