Rasa Perindu Ulung
Bismillah,
Aku pun tak tahu,
mengapa diriku,
menjadi Sang Perindu Ulung sebulan belakangan.
Sepuluh tahun aku jauh dari kampung halaman,
baru kali ini aku begitu sulit menahan rindu,
segala hal yang berkecamuk di pikiranku hanyalah,
"Aku ingin pulang".
Benarlah kiranya,
hari ini teka-teki rinduku terjawab.
Seseorang memanggil namaku di seberang pulau sana.
Ia memintaku untuk pulang,
tapi aku tak sanggup memenuhi panggilan hati itu,
karna aku tak bisa pulang.
Kini, rindu itu kutitip bersama angin,
bersama mantapnya kepakan garuda di udara,
berharap rindu itu sampai padanya.
Tapi apalah daya,
Angin mungkin menyampaikan, tapi tak menjamin,
Tapi apalah daya,
Ia menerima rindu itu, tapi tak merasa,
karna ia telah dulu menemui Rabbnya,
Kini, rasa perindu ulung telah luruh ke tanah,
setetes air selalu membanjiri mata merusak pandang
sebanyak diseka, sebanyak itu pula mengalir
Kini, rasa perindu ulung itu begitu berwarna,
Ia sedih, tentu saja tapi,
bukankah Rabb menggantikan kabar gembira untuk mereka yang sabar?
Ia iri, betapa dia yang dirindu menemui Rabb dalam husnul khatimah
Ia bahagia, saat tahu bahwa Malaikat Izrail tak membiarkan yang dirindunya merasa sakit, Ia pergi begitu tenang. Ia pulang begitu damai di subuh Jum'at.
Aku pun ingin mendefinisikan bahagia,
adalah ketika engkau datang, ada seseorang yang begitu gembira menyambutmu
Ketika engkau berkata sesuatu,
Ia begitu terenyuh mendengarkanmu, walau terkadang engkau tak merasa berkata sesuatu yang berarti, tapi sesuatu itu berarti baginya.
Di mana engkau berada,
menjangkaumu dan mengetahui engkau baik-baik saja itu lebih dari cukup baginya.
Ketika yang menyambutmu, mendengarkanmu, menjangkaumu telah pergi selamanya, rasa bahagia itu luruh bersama raga yang tertimbun. Ia membawa bahagia itu.
Aku hanya perindu ulung,
yang tak berusaha dan pasrah pada angin
meminta untuk disampaikan segenap rasa
bahwa aku rindu
~Innalillahi wa inna ilaihi rojiún...
Titip doakan buat nenekku.
Kata orang aku paling mirip dengannya.
Kata orang aku hasil copy-paste darinya. Wajahnya, kulitnya, semuanya termasuk penyakitnya. Haha. Semuanya.
Tapi ia telah tiada. Ia mendahuluiku menemui Rabb.
Aku pun tak tahu,
mengapa diriku,
menjadi Sang Perindu Ulung sebulan belakangan.
Sepuluh tahun aku jauh dari kampung halaman,
baru kali ini aku begitu sulit menahan rindu,
segala hal yang berkecamuk di pikiranku hanyalah,
"Aku ingin pulang".
Benarlah kiranya,
hari ini teka-teki rinduku terjawab.
Seseorang memanggil namaku di seberang pulau sana.
Ia memintaku untuk pulang,
tapi aku tak sanggup memenuhi panggilan hati itu,
karna aku tak bisa pulang.
Kini, rindu itu kutitip bersama angin,
bersama mantapnya kepakan garuda di udara,
berharap rindu itu sampai padanya.
Tapi apalah daya,
Angin mungkin menyampaikan, tapi tak menjamin,
Tapi apalah daya,
Ia menerima rindu itu, tapi tak merasa,
karna ia telah dulu menemui Rabbnya,
Kini, rasa perindu ulung telah luruh ke tanah,
setetes air selalu membanjiri mata merusak pandang
sebanyak diseka, sebanyak itu pula mengalir
Kini, rasa perindu ulung itu begitu berwarna,
Ia sedih, tentu saja tapi,
bukankah Rabb menggantikan kabar gembira untuk mereka yang sabar?
Ia iri, betapa dia yang dirindu menemui Rabb dalam husnul khatimah
Ia bahagia, saat tahu bahwa Malaikat Izrail tak membiarkan yang dirindunya merasa sakit, Ia pergi begitu tenang. Ia pulang begitu damai di subuh Jum'at.
Aku pun ingin mendefinisikan bahagia,
adalah ketika engkau datang, ada seseorang yang begitu gembira menyambutmu
Ketika engkau berkata sesuatu,
Ia begitu terenyuh mendengarkanmu, walau terkadang engkau tak merasa berkata sesuatu yang berarti, tapi sesuatu itu berarti baginya.
Di mana engkau berada,
menjangkaumu dan mengetahui engkau baik-baik saja itu lebih dari cukup baginya.
Ketika yang menyambutmu, mendengarkanmu, menjangkaumu telah pergi selamanya, rasa bahagia itu luruh bersama raga yang tertimbun. Ia membawa bahagia itu.
Aku hanya perindu ulung,
yang tak berusaha dan pasrah pada angin
meminta untuk disampaikan segenap rasa
bahwa aku rindu
~Innalillahi wa inna ilaihi rojiún...
Titip doakan buat nenekku.
Kata orang aku paling mirip dengannya.
Kata orang aku hasil copy-paste darinya. Wajahnya, kulitnya, semuanya termasuk penyakitnya. Haha. Semuanya.
Tapi ia telah tiada. Ia mendahuluiku menemui Rabb.
Tidak ada komentar: