Letusan

Bismillah,

Pukul 00.00 dini hari di tahun 2018
Aku masih terbangun, tidur siang membuat mata bertahan lebih lama di malam hari.

Di luar sana..
Ribut. Berisik sekali sejak maghrib
Mulai lebih berisik dari pukul 22.00 dan meningkat ke pukul 23.00 tadi.
Puncaknya sekarang. Saat saya sedang menulis tulisan ini.

Saya memeriksa keluar.
Ikut "menikmati" setiap letusan dan cahaya yang benderang-padam silih berganti
"Menikmati" bagaimana jika Indonesia ini adalah Palestina.
Atau bukan hanya Indonesia, seluruh belahan bumi yang sedang berisik ini adalah Palestina. Sejak 40 tahun yang lalu.
Atau
"Menikmati" bagaimana jika Indonesia tetap menjadi Indonesia dan petasan-petasan kecil itu bukan cuma cucu culun generasinya, tapi buyut agung yang mampu meledakkan berpuluh kilometer tanah bumi ini.
Bisakah setiap wajah itu tertawa meyaksikan ledakan-ledakan di langit sana?
Mampukah generasi ini bertahan? Berjuang?

Seketika kaki ini lemas.
Akankah aku tidak mati sia-sia hari itu?

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.