Mereka dan Ramadhan #7
Bismillah,
Seorang adik baru saja mendapat omelan sebagai pembuka hari ramadhan kali ini. Pasalnya, bukannya menyapu rumah selesai shalat subuh, ia justru langsung menarik selimut melanjutkan tidur panjangnya. Barangkali ada mimpi yang terputus oleh sirine super keras, yang dibunyikan garin masjid ketika membangunkan masyarakat, untuk sahur tadi. Kakak, untung saja ingat dia puasa, jadi tak marah. Hanya "sedikit" mengomel panjang (dari biasanya). Omelan itu, bagi adik tak ubah seperti mengecilkan volume suara. Klik pada panel, geser dari atas ke bawah. Suara yang terdengar perlahan menghilang seiring tidurnya yang lelap. Kakak hanya mengurut dada. Fokus saja bereskan semuanya. Ia harus siap-siap berangkat secepatnya. Ada janji dengan kolega.
Lima menit sebelum adzan magrib kakak baru tiba di rumah. Tidak ada apa-apa. Sekedar teh pun tidak?
Adik malah sibuk bermain game. Kesabaran kakak benar diuji. Tapi, ia tetap saja sibuk memotong buah untuk berbuka. Bahkan saat menyodorkan piring tersebut pada Adik, kakak tetap diam. Adik juga diam.
Shalat Maghrib,
Shalat Isya,
Tarawih.
Mereka tiba di rumah. Kakak tetap diam.
Adik mulai sibuk. Membuka-buka kulkas, mengambil buah, mencucinya lalu memotong buah itu kecil-kecil. Diambilnya pula blender. Satu gelas jus, telah siap diminum.
Segelas jus itu diletakkannya di hadapan kakak.
"Jangan marah, Kak. Aku tahu aku salah. Biar aku yang memasak untuk sahur nanti. Mencuci piringnya, lalu menyapu rumah setelah itu, ya?"
Kakak meminum habis jus untuknya.
"Kakak memaafkanku?"
"Seperti Kakak menghabiskan satu gelas jus buatanmu. Jangan begitu lagi ya? Janji?"
"Janji!"
Seorang adik baru saja mendapat omelan sebagai pembuka hari ramadhan kali ini. Pasalnya, bukannya menyapu rumah selesai shalat subuh, ia justru langsung menarik selimut melanjutkan tidur panjangnya. Barangkali ada mimpi yang terputus oleh sirine super keras, yang dibunyikan garin masjid ketika membangunkan masyarakat, untuk sahur tadi. Kakak, untung saja ingat dia puasa, jadi tak marah. Hanya "sedikit" mengomel panjang (dari biasanya). Omelan itu, bagi adik tak ubah seperti mengecilkan volume suara. Klik pada panel, geser dari atas ke bawah. Suara yang terdengar perlahan menghilang seiring tidurnya yang lelap. Kakak hanya mengurut dada. Fokus saja bereskan semuanya. Ia harus siap-siap berangkat secepatnya. Ada janji dengan kolega.
Lima menit sebelum adzan magrib kakak baru tiba di rumah. Tidak ada apa-apa. Sekedar teh pun tidak?
Adik malah sibuk bermain game. Kesabaran kakak benar diuji. Tapi, ia tetap saja sibuk memotong buah untuk berbuka. Bahkan saat menyodorkan piring tersebut pada Adik, kakak tetap diam. Adik juga diam.
Shalat Maghrib,
Shalat Isya,
Tarawih.
Mereka tiba di rumah. Kakak tetap diam.
Adik mulai sibuk. Membuka-buka kulkas, mengambil buah, mencucinya lalu memotong buah itu kecil-kecil. Diambilnya pula blender. Satu gelas jus, telah siap diminum.
Segelas jus itu diletakkannya di hadapan kakak.
"Jangan marah, Kak. Aku tahu aku salah. Biar aku yang memasak untuk sahur nanti. Mencuci piringnya, lalu menyapu rumah setelah itu, ya?"
Kakak meminum habis jus untuknya.
"Kakak memaafkanku?"
"Seperti Kakak menghabiskan satu gelas jus buatanmu. Jangan begitu lagi ya? Janji?"
"Janji!"
"Di dunia ini, kami hanya memiliki satu dengan lainnya. Aku dan Kakak.
Tidak ada komentar: