Dia & Ramadhan
Bismillah
Suara langkah kaki mengusik pengamatanku. Seseorang sepertinya datang menuju ruangan ini. Derik pintu terdengar, bersamaan dengan seseorang yang mengintip ke dalam ruangan. Tanpa menutup kembali pintu, ia langsung menghampiri gadis di pojokan sana.
"Hei, Nak? Ibu mencarimu sejak tadi. Ibu pikir kau keluar, ternyata di sini. Ada apa?", sapa wanita yang aku baru tahu adalah ibu gadis itu.
Sang gadis tak serta merta menengadahkan pandangan pada Ibunya. Isakan dalam ringkukan itu semakin keras. Sambil menunggu respon dari puterinya, Sang Ibu mengelus pundak gadis itu, menenangkan.
"Ibu...Ramadhan sebentar lagi akan berakhir. Aku,.. dalam hatiku ada sesal yang tumbuh semakin besar ketika menyadari hal itu. Bagaimana ini, Bu? Aku takut jika ibadahku selama ini masih tak baik, targetku masih bolong sana sini, waktu-waktu luangku masih banyak yang terbuang percuma. Aku bersalah pada Rabb. Aku bersalah pada Ramadhan. Aku tahu ia akan pergi, dan aku membiarkannya pergi begitu saja. Aku pun tak mungkin menahannya untuk tetap tinggal, Ibu. Aku harus bagaimana? Aku cemas, aku malu..."
Sang gadis meluapkan segala kekhawatiran pada ibunya. Tanpa harus diceritakan dua kali, Ibu itu paham betul bagaimana perasaan anaknya.
"Nak...Tidak perlu menyesal. Ibu yakin, kekhawatiran dalam hatimu ada karena kecintaanmu pada bulan mulia ini. Ketika kita menyadari bahwa diri ini masih lemah dan banyak kurangnya, apa yang selalu ibu katakan padamu?"
"Beristighfar, Bu. Berdzikir.."
"Nah, kau tahu maksud, Ibu. Senantiasa lah beristighfar dan berdzikir pada-Nya. Kekurangan pada diri terus diperbaiki. Murni kan kembali niat semata untuk Allah. Ibadahmu adalah untuk Rabb-Mu, Nak, mintalah rahmat pada Rabb agar menerima ibadah-ibadahmu, ibadah kita. Waktumu adalah milik Rabb-Mu, maka mohonkanlah kemurahan Rabb agar menganugerahkan nikmat waktu padamu agar kau diberikan kesempatan lagi untuk bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Jangan lupa mohonkan juga untuk Ibu, ya?" Tutup Sang Ibu sambil menempelkan telunjuknya di hidung Sang Gadis.
Hei, kau yang di sana. Ibumu benar. Oh ya, kau tahu? Setidaknya aku pergi setelah mengetahui kau menunggu kedatanganku berikutnya :')
Berbahagialah menyambut 'eid al-fitr
Taqabbalallah minna wa minkum | Shiyaamana wa shiyamakum | Taqabbal ya Kareem
'Eidun Sa'iidun | Kullu 'Am wa Antum bi Khair
-Mentari Pagi
'Eid Al-Fitr 1435 H
==***==
Ruangan berukuran 5x4 ini terlalu besar dan terlalu kosong untuknya yang lebih memilih meringkuk di sudut ruangan. Ruangan ini hanya berisi sebuah tempat tidur, meja belajar dan lemari pakaian. Tiga benda itu tentu tidak langsung memenuhi ruangan. Masih banyak tempat untuk sekedar duduk satu orang, bersandar, ataupun tidur di lantai. Tapi gadis itu memilih salah satu sudut ruangan, melipat kedua kaki, menenggelamkan kepala, memangkukan sebelah tangannya ke kedua lutut, sambil tangan yang satunya memegang mushaf. Sesekali terdengar isakan tangis darinya. Tetes air mata membentuk pola-pola melingkar meninggalkan jejak basah di kertas mushaf. Aku sendiri tidak mengerti mengapa ia bersikap begitu. Yang jelas, aku memerhatikannya sejak lama. Ini sudah cukup lama.Suara langkah kaki mengusik pengamatanku. Seseorang sepertinya datang menuju ruangan ini. Derik pintu terdengar, bersamaan dengan seseorang yang mengintip ke dalam ruangan. Tanpa menutup kembali pintu, ia langsung menghampiri gadis di pojokan sana.
"Hei, Nak? Ibu mencarimu sejak tadi. Ibu pikir kau keluar, ternyata di sini. Ada apa?", sapa wanita yang aku baru tahu adalah ibu gadis itu.
Sang gadis tak serta merta menengadahkan pandangan pada Ibunya. Isakan dalam ringkukan itu semakin keras. Sambil menunggu respon dari puterinya, Sang Ibu mengelus pundak gadis itu, menenangkan.
"Ibu...Ramadhan sebentar lagi akan berakhir. Aku,.. dalam hatiku ada sesal yang tumbuh semakin besar ketika menyadari hal itu. Bagaimana ini, Bu? Aku takut jika ibadahku selama ini masih tak baik, targetku masih bolong sana sini, waktu-waktu luangku masih banyak yang terbuang percuma. Aku bersalah pada Rabb. Aku bersalah pada Ramadhan. Aku tahu ia akan pergi, dan aku membiarkannya pergi begitu saja. Aku pun tak mungkin menahannya untuk tetap tinggal, Ibu. Aku harus bagaimana? Aku cemas, aku malu..."
Sang gadis meluapkan segala kekhawatiran pada ibunya. Tanpa harus diceritakan dua kali, Ibu itu paham betul bagaimana perasaan anaknya.
"Nak...Tidak perlu menyesal. Ibu yakin, kekhawatiran dalam hatimu ada karena kecintaanmu pada bulan mulia ini. Ketika kita menyadari bahwa diri ini masih lemah dan banyak kurangnya, apa yang selalu ibu katakan padamu?"
"Beristighfar, Bu. Berdzikir.."
"Nah, kau tahu maksud, Ibu. Senantiasa lah beristighfar dan berdzikir pada-Nya. Kekurangan pada diri terus diperbaiki. Murni kan kembali niat semata untuk Allah. Ibadahmu adalah untuk Rabb-Mu, Nak, mintalah rahmat pada Rabb agar menerima ibadah-ibadahmu, ibadah kita. Waktumu adalah milik Rabb-Mu, maka mohonkanlah kemurahan Rabb agar menganugerahkan nikmat waktu padamu agar kau diberikan kesempatan lagi untuk bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Jangan lupa mohonkan juga untuk Ibu, ya?" Tutup Sang Ibu sambil menempelkan telunjuknya di hidung Sang Gadis.
Hei, kau yang di sana. Ibumu benar. Oh ya, kau tahu? Setidaknya aku pergi setelah mengetahui kau menunggu kedatanganku berikutnya :')
Berbahagialah menyambut 'eid al-fitr
==***==
Taqabbalallah minna wa minkum | Shiyaamana wa shiyamakum | Taqabbal ya Kareem
'Eidun Sa'iidun | Kullu 'Am wa Antum bi Khair
-Mentari Pagi
'Eid Al-Fitr 1435 H
Tidak ada komentar: