Petanyaan Logika
Bismillah,
"Hai.., bukankah yang engkau yang bernama logika?
Sungguh itu engkau?
Boleh aku duduk di sini? di sampingmu?"
Dia datang, menyapaku. Aku sedang tak ingin berkata apa-apa, lalu hanya bergeser sedikit mempersilakannya duduk di sampingku
"Apa yang sedang kau pikirkan? Kuamati sejak lama, kau tampaknya sedang melamunkan sesuatu"
Entahlah. Aku hanya bingung apakah aku harus menceritakan ini padanya. Tapi aku bukan hati yang memendam rasa sendiri, aku logika yang berpikir dan menyatakan pikiran. Ya, aku logika, aku putuskan untuk angkat bicara,
"Apa kau tahu kenapa aku diciptakan?" ucapku lirih. Aku terdiam sejenak. Suasana hening, ia menungguku melanjutkan,
"Apa tujuanku sebenarnya bersemayam dalam diri manusia? Apa benar aku terlihat seperti memonopoli diri manusia untuk memahami Tuhan? Sungguhkah aku terlihat menginjak-ingjak posisi hati hingga dalam diri manusia tidak lagi ada hati untuk meyakini keberadaan Tuhan? Apa yang aku lakukan pada hati?" Aku meledak. Aku tidak habis pikir kenapa ada yang menghujatku begitu. Aku tumpah ruah kan segala tudingan itu padanya. Aku hanya ingin konfirmasi. Apa yang dituduhkan padaku itu benar atau tidak.
"Kenapa kau merasa begitu?"
Apa? Rasa katanya? Hei, aku ini logika. Aku tidak punya rasa.
"Oh, ya aku ralat. Kenapa kau bisa berpikir begitu?" Sambungnya buru-buru seakan mampu menafsirkanku.
"Haah, aku pun tak tahu. Seseorang menyatakannya kemarin"
"Boleh aku berpendapat?"
"Tidak ada yang melarangmu."
"Tapi kau harus berjanji jangan marah,"
"Hei, aku ini logika. Aku bertindak dengan alasan logis"
"Aku pikir, kau, dalam diri manusia itu, manusia yang kau katakan tadi, membuat mereka sombong. Seolah hanya dengan memilikimu membuat mereka mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri. Seolah hanya dengan keberadaanmu, dunia ini ada di tangan mereka. Segala kecukupan mereka dapatkan. Kau dalam diri manusia itu, lupa mengingatkan mereka bahwa ada Dzat Maha Kuasa di luar sana yang memberikan mereka kecukupan. Kau tidak menginjak-injak hati, buktinya mereka masih punya rasa belas kasih pada sesama, tapi kalau kau memonopoli mungkin itu benar. Haha. Urusan meyakini keberadaan Tuhan, itu adalah Hak Tuhan sepenuhnya. Itu yang ku amati"
"..."
"Ada satu hal lagi. Keberadaanmu dalam diri manusia-manusia lain, membuat mereka semakin meng-Agung-kan Rabb. Kau memotivasi mereka semakin bersemangat berjuang untuk Tuhan. Kau menjadikan mereka yakin bahwa mereka memang hamba Tuhan. Kau membantu mereka memahami ilmu pengetahuan, hingga mereka maju. Di satu sisi, kau bekerja sama dengan hati membangun pribadi cerdas dan berbudi dalam diri mereka. Hm..."
"Ya, ya aku tahu itu aku."
"Oiya, satu hal lagi. Tentang tujuanmu ada dalam diri manusia, itu sepenuhnya pengetahuan Tuhan. Tapi kau tahu? Dalam manual book manusia, kau selalu disandingkan dengan kalimat-kalimat pernyataan tentang Kebesaran Rabb, keteraturan dan kompeksitas ciptaan-Nya."
"Begitu, kah?"
"Yap! seperti yang kukatakan tadi, itu jasamu."
"Kalau urusan memahami akidah, terutama hal ghaib, kau harus tahu bahwa engkau diciptakan terbatas. Posisimu nomor dua, di bawah hati. Ada hal-hal yang tak mampu kau tembus dengan dirimu sendiri. Kau butuh hati. Haha, jadi jangan coba-coba meremehkan hati!"
"Aku ini di bawah hati..."
Beberapa saat kemudian ada yang mengatakan padaku yang baru saja duduk bersamaku adalah hati.
"Hai.., bukankah yang engkau yang bernama logika?
Sungguh itu engkau?
Boleh aku duduk di sini? di sampingmu?"
Dia datang, menyapaku. Aku sedang tak ingin berkata apa-apa, lalu hanya bergeser sedikit mempersilakannya duduk di sampingku
"Apa yang sedang kau pikirkan? Kuamati sejak lama, kau tampaknya sedang melamunkan sesuatu"
Entahlah. Aku hanya bingung apakah aku harus menceritakan ini padanya. Tapi aku bukan hati yang memendam rasa sendiri, aku logika yang berpikir dan menyatakan pikiran. Ya, aku logika, aku putuskan untuk angkat bicara,
"Apa kau tahu kenapa aku diciptakan?" ucapku lirih. Aku terdiam sejenak. Suasana hening, ia menungguku melanjutkan,
"Apa tujuanku sebenarnya bersemayam dalam diri manusia? Apa benar aku terlihat seperti memonopoli diri manusia untuk memahami Tuhan? Sungguhkah aku terlihat menginjak-ingjak posisi hati hingga dalam diri manusia tidak lagi ada hati untuk meyakini keberadaan Tuhan? Apa yang aku lakukan pada hati?" Aku meledak. Aku tidak habis pikir kenapa ada yang menghujatku begitu. Aku tumpah ruah kan segala tudingan itu padanya. Aku hanya ingin konfirmasi. Apa yang dituduhkan padaku itu benar atau tidak.
"Kenapa kau merasa begitu?"
Apa? Rasa katanya? Hei, aku ini logika. Aku tidak punya rasa.
"Oh, ya aku ralat. Kenapa kau bisa berpikir begitu?" Sambungnya buru-buru seakan mampu menafsirkanku.
"Haah, aku pun tak tahu. Seseorang menyatakannya kemarin"
"Boleh aku berpendapat?"
"Tidak ada yang melarangmu."
"Tapi kau harus berjanji jangan marah,"
"Hei, aku ini logika. Aku bertindak dengan alasan logis"
"Aku pikir, kau, dalam diri manusia itu, manusia yang kau katakan tadi, membuat mereka sombong. Seolah hanya dengan memilikimu membuat mereka mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri. Seolah hanya dengan keberadaanmu, dunia ini ada di tangan mereka. Segala kecukupan mereka dapatkan. Kau dalam diri manusia itu, lupa mengingatkan mereka bahwa ada Dzat Maha Kuasa di luar sana yang memberikan mereka kecukupan. Kau tidak menginjak-injak hati, buktinya mereka masih punya rasa belas kasih pada sesama, tapi kalau kau memonopoli mungkin itu benar. Haha. Urusan meyakini keberadaan Tuhan, itu adalah Hak Tuhan sepenuhnya. Itu yang ku amati"
"..."
"Ada satu hal lagi. Keberadaanmu dalam diri manusia-manusia lain, membuat mereka semakin meng-Agung-kan Rabb. Kau memotivasi mereka semakin bersemangat berjuang untuk Tuhan. Kau menjadikan mereka yakin bahwa mereka memang hamba Tuhan. Kau membantu mereka memahami ilmu pengetahuan, hingga mereka maju. Di satu sisi, kau bekerja sama dengan hati membangun pribadi cerdas dan berbudi dalam diri mereka. Hm..."
"Ya, ya aku tahu itu aku."
"Oiya, satu hal lagi. Tentang tujuanmu ada dalam diri manusia, itu sepenuhnya pengetahuan Tuhan. Tapi kau tahu? Dalam manual book manusia, kau selalu disandingkan dengan kalimat-kalimat pernyataan tentang Kebesaran Rabb, keteraturan dan kompeksitas ciptaan-Nya."
"Begitu, kah?"
"Yap! seperti yang kukatakan tadi, itu jasamu."
"Kalau urusan memahami akidah, terutama hal ghaib, kau harus tahu bahwa engkau diciptakan terbatas. Posisimu nomor dua, di bawah hati. Ada hal-hal yang tak mampu kau tembus dengan dirimu sendiri. Kau butuh hati. Haha, jadi jangan coba-coba meremehkan hati!"
"Aku ini di bawah hati..."
Beberapa saat kemudian ada yang mengatakan padaku yang baru saja duduk bersamaku adalah hati.
Tidak ada komentar: