Bekas luka & Rendang
Bismillah,
#Prolog
Dua atau tiga hari yang lalu, tiba-tiba terasa jari tengah kanan sakit. Sakit biasa, biasa banget malah. Cuma kulit terkelupas sebesar mata pena. Kebetulan amnesia periodik saya lagi kumat pasca kejadian dan benar-benar lupa di mana saya mendapatkan luka itu. Jadi berhubung dewasa ini tugas betadine sudah digantikan oleh waktu, biar waktu saja yang menyembuhkan luka (?)
#Story
Hari ini dapat kiriman rendang dari Bude. Jangan tanya kenapa istilah bude ada di keluarga saya yang berdarah minang. Sejak kecil sudah manggil gitu, jadi ngga perlu aju banding ke pengadilan deh. Mahal. Uang udah abis buat ngeprint laporan KP plus menjilidnya dan sekarang lagi nabung buat laporan TA juga.
Lagi, jangan tanya juga kenapa rendang Bude saya enak, ya karna ada campur tangan saya di dalamnya. Pas masak rendang, ngaduknya pake tangan langsung, trus tangan saya meleleh dan bercampur baur dengan daging. Ya ngga lah. Maksud saya campur tangan itu, sewaktu memanaskan rendang kembali, walaupun cuma sebagai pemanas, saya tetap punya kontribusi membuat rendang semakin enak. Rendang kan kalau dipanaskan rutin jadi makin enak. Apalagi kalau rendang kering bisa awet dua sampai tiga minggu, lumayan buat bekal pas di rantau orang. Bagi nenek saya sih bekal utama waktu ke Suúd dulu.
Jadi setelah rendang saya panaskan, sayur sudah matang, dan air dalam periuk kering hingga diserap utuh oleh nasi (Saya ngga masak nasi pakai tungku kok, tenang aja). Saya mulai menyendok nasi sampai jadi bukit uhud di piring. Trus dikurangi 3/4 nya. Mulailah saya makan enak. Dan...sendiri. hahaha
Setelah makan selesai, seperti biasa saya membersihkan tangan dengan mulut. Kan ceritanya nyunnah. Alibi yang sempurna. Padahal sebenarnya saya mager beranjak dari tempat duduk. Nah, keasikan bersih-bersih tangan (katakan saja jilat-jilat - ih jorok amat sih bahasanya - abis ngomongnya apalagi coba? emang Bahasa Indonesia yang baik dan benarnya apa? - Lihat kamus dong - ah lama..), saya fokuskan pembersihan pada jari tengah. Sementara itu jari dua jari lain sudah licin seperti dicuci pakai s*nlight. Di mulut saya kan ada asam dan basa juga.
"Bekas rendang yang di jari tengah ini kok ga keangkat-angkat ya?" Saya berkata sambil terus mencoba membersihkan tangan tanpa kenal lelah. Menerjang ombak, menembus badai. Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra (?). Usaha pertama dibersihkan dengan mulut. Gagal bersih. Kedua dengan lidah. Gagal bersih juga. Pas yang ketiga coba digigit pakai gigi dengan setengah kuat tenanga. Alhasil, jarinya tetap gagal bersih tapi jadi sakit. Ternyata itu luka dua atau tiga hari lalu yang telah berubah jadi bumbu rendang, eh jadi kering dan menghitam maksudnya...
#End
Ih, kamu lucu deh
Aw aw aw, jangan terlalu memuji, aku jadi malu :">
#Prolog
Dua atau tiga hari yang lalu, tiba-tiba terasa jari tengah kanan sakit. Sakit biasa, biasa banget malah. Cuma kulit terkelupas sebesar mata pena. Kebetulan amnesia periodik saya lagi kumat pasca kejadian dan benar-benar lupa di mana saya mendapatkan luka itu. Jadi berhubung dewasa ini tugas betadine sudah digantikan oleh waktu, biar waktu saja yang menyembuhkan luka (?)
#Story
Hari ini dapat kiriman rendang dari Bude. Jangan tanya kenapa istilah bude ada di keluarga saya yang berdarah minang. Sejak kecil sudah manggil gitu, jadi ngga perlu aju banding ke pengadilan deh. Mahal. Uang udah abis buat ngeprint laporan KP plus menjilidnya dan sekarang lagi nabung buat laporan TA juga.
Lagi, jangan tanya juga kenapa rendang Bude saya enak, ya karna ada campur tangan saya di dalamnya. Pas masak rendang, ngaduknya pake tangan langsung, trus tangan saya meleleh dan bercampur baur dengan daging. Ya ngga lah. Maksud saya campur tangan itu, sewaktu memanaskan rendang kembali, walaupun cuma sebagai pemanas, saya tetap punya kontribusi membuat rendang semakin enak. Rendang kan kalau dipanaskan rutin jadi makin enak. Apalagi kalau rendang kering bisa awet dua sampai tiga minggu, lumayan buat bekal pas di rantau orang. Bagi nenek saya sih bekal utama waktu ke Suúd dulu.
Jadi setelah rendang saya panaskan, sayur sudah matang, dan air dalam periuk kering hingga diserap utuh oleh nasi (Saya ngga masak nasi pakai tungku kok, tenang aja). Saya mulai menyendok nasi sampai jadi bukit uhud di piring. Trus dikurangi 3/4 nya. Mulailah saya makan enak. Dan...sendiri. hahaha
Setelah makan selesai, seperti biasa saya membersihkan tangan dengan mulut. Kan ceritanya nyunnah. Alibi yang sempurna. Padahal sebenarnya saya mager beranjak dari tempat duduk. Nah, keasikan bersih-bersih tangan (katakan saja jilat-jilat - ih jorok amat sih bahasanya - abis ngomongnya apalagi coba? emang Bahasa Indonesia yang baik dan benarnya apa? - Lihat kamus dong - ah lama..), saya fokuskan pembersihan pada jari tengah. Sementara itu jari dua jari lain sudah licin seperti dicuci pakai s*nlight. Di mulut saya kan ada asam dan basa juga.
"Bekas rendang yang di jari tengah ini kok ga keangkat-angkat ya?" Saya berkata sambil terus mencoba membersihkan tangan tanpa kenal lelah. Menerjang ombak, menembus badai. Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra (?). Usaha pertama dibersihkan dengan mulut. Gagal bersih. Kedua dengan lidah. Gagal bersih juga. Pas yang ketiga coba digigit pakai gigi dengan setengah kuat tenanga. Alhasil, jarinya tetap gagal bersih tapi jadi sakit. Ternyata itu luka dua atau tiga hari lalu yang telah berubah jadi bumbu rendang, eh jadi kering dan menghitam maksudnya...
#End
Ih, kamu lucu deh
Aw aw aw, jangan terlalu memuji, aku jadi malu :">
Tidak ada komentar: