Lebaran Duluan?

Bismillah,

Finally, fiuh...I really miss my blog, really want to type here, in this page. Since July, 21th I don't type "b" for blogger.com on my browser. Hahay..
And now I want to tell some short story, again about ramadhan. Ehm, you can say it about Ied.
Kejadiannya pada malam hari tanggal 28 Ramadhan 1434 Hijriyah. Malam itu, mama dan adik saya pergi ke Simpang (istilah pribadi untuk menamai jalan besar di dekat rumah saya, sekitar 2 kilometer lebih jaraknya dari komplek rumah) untuk mengambil paket titipan keluarga. Saya yang saat itu tinggal di rumah (dan memang selama libur sepertinya hanya di dalam rumah kecuali saat membuka dan menutup pagar ketika orang tua pulang kerja dan menyiram bunga-bunga di depan rumah) tentu tidak tahu apa-apa tentang hiruk pikuk dunia di luar pintu, dan hanya menunggu sambil membuat jus. Alhasil setelah ditinggal sejam-an, mama dan adik saya pulang membawa paket dan tiga bungkus mie ayam (ini gak penting, tapi perlu diceritakan karena mie ayam dekat rumah saya adalah mie ayam terenak yang pernah saya cicip sampai umur segini, wkwkwk). Dan setelah makan mie ayam, cuci piring, de el el de el el, kami pun sekeluarga berlabuh di pulau kapuk. Cerita malam ini berakhir.
Besok subuhnya, kami bangun seperti biasa, makan sahur, dan berpuasa. Setelah sahur kami disibukkan dengan tema "Apakah besok lebaran". Papa sebagai imam kami berkata selow, "Tunggu pengumuman pemerintah". But its not as simple as he said. Bagi kaum ibu-ibu tentu banyak yang akan dipikirkan untuk urusan dapur dan rumah. Mulai dari bikin kue, agar-agar, ketupat plus lauk pengiringnya seperti opor ayam/touco/gulai cubadak (bhs minang nangka tua)/gulai paku (tentu paku tumbuhan, bukan paku bangunan), menghias rumah yah minimal bersih-bersih dalam dan halaman rumah dan kegiatan lainnya. Oke untuk rumah sudah dicicil jauh-jauh hari membersihkannya, tapi kalau ketupat? Kalo ternyata besok tidak jadi lebaran, bisa sayang ketupatnya basi, intinya jadi kerja dua kali. Sebagai kaum anak-anak, anak gadis pula, tentu pikiran Mama tentang hal ini otomatis menjadi pikiran kami. Akhirnya setelah bermujahadah sekeluarga, kami putuskan untuk masak-masak saja hari ini. Ya, hari itu kami lewati dengan memasak. Adik saya pun kambuh rajinnya. Ia semangat puasa dan semangat memasak.
Sore hari, masih di hari yang sama 29 Ramadhan, datanglah salah seorang tetangga kami silaturrahim ke rumah. Beliau telah lebaran lebih dulu. Saat silaturrahim beliau sempat bercerita tentang kenapa ia berlebaran lebih dahulu. Beliau menentukan hilal dengan melihat tanda-tanda alam dan biasanya pertanda ini tepat. Agaknya orang-orang tua dulu memang begini menentukan awal bulan mengingat tidak ada alat-alat canggih seperti saat ini. Acara silaturrahim itu selesai mendekati waktu maghrib. Kami berbuka dengan nikmat dan menyenangkan, ditambah saat itu pemerintah mengumumkan bahwa esok hari adalah 1 syawal, lebaran. Setelah selesai shalat dan berbuka, mulailah kami sekeluarga berbincang-bincang tentang penentuan lebaran.
"bla bla bla" entah siapa yang lebih dulu membuka obrolan,
"kwek kwek kwek" obrolan pun bersambut,
"bla bla bla" ada celetukan lagi,
"yap yap yap" ada sahutan, dan
"tapi kemarin pas nunggu mama beli mie ayam, adek emang liat bulan sabit Lok, serius" kata adik saya pada saya,
"Nah, ngapain adek puasa hari ini? Ih, sah gak tuh puasanya? Berarti adek harusnya lebaran duluan, hari ini?" Balas saya cepat didukung oleh niat mengusili adik saya ditambah saya menyisipkan hadits tentang "melihat hilal, maka berlebaran lah" (red. pen)
"Eh, gimana dong lok?" Adik saya mulai cemas,
"Hayooo, untung elok gak lihat hilalnya kemarin, haha. Haayoo gimana cobaa" makin cemas dia makin isenglah saya
mama dan papa hanya senyum-senyum tanpa menenangkan adik saya dan mendiamakan keisengan saya. Haha, posisi yang menguntungkan untuk saya. Hem, sebenarnya lebih karena menganggap ini candaan kakak adik.
"Jangan takut-takutin gitu lok.." Ucapnya khawatir sambil tetap ketawa ketiwi. Dasar anak kecil..
"khe khe khe" saya tertawa pelan sambil terus lanjut mencuci piring dan berpikir tentang apa yang akan saya lakukan esok hari jika saya di posisi adik saya, yang pada malam itu melihat hilal dengan mata kepala saya sendiri layaknya Rasulullah dan Para Sahabat melihat hilal, sementara pemerintah belum mengumumkan bahwa lebaran jatuh esok hari, beruntung adik saya belum baligh dan belum tahu. Nah, saya yang sudah baligh, tahu dalilnya, dan mumayyiz ini akan bagaimana???

"Al ilmu fi shudur, la fi kitaab, ilmu itu di dada bukan di buku" --Mahfudzot

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.