Super Girl (3)

Bismillah,

Ng..Aku Eddy.
Aku bukan lagi super girl, sejak kekuatanku terpisah dariku, semester lalu. Sangat dengan sengaja dipisah. Tidak ada yang mendengarkanku, kalau aku tidak mau. Aku hanya diminta untuk paham dan terpaksa paham.

Segalanya membuatku tidak semangat menjalani hari-hari di sini. Aku merasa benar-benar lemah. Dulu tidak pernah begini. Ke mana aku pergi, aku selalu bersama kekuatanku dan aku jadi berani. Sekarang, kenapa orang-orang di sini bahagia padahal aku sedang kehilangan? Malang sekali.

Huft, hidup di sini, aku bisa saja mencari-cari masalah agar aku dikeluarkan. Namun, bukan itu yang aku inginkan. Walaupun lemah tanpa kekuatanku, aku masih punya harga diri. Dikeluarkan adalah perbuatan merusak nama baik, dan itu sangat bukan aku.
Begitulah, aku hidup di sini sebagai Eddy si anak baik - yang tidak bersemangat tentunya.

Menjadi anak baik tidak mudah. Puncaknya adalah hari ini.
Saat sekelompok teman-teman satu asramaku heboh, tertawa asik dan ribut membicarakan hal tidak penting. Sepertinya untuk kali ini mereka tidak sadar kalau di kamar ada ustadzah.
"Tok tok tok..." Terdengar ketukan dari sekat kayu antara ruangan asrama kami dengan kamar ustadzah. Salah satu dari mereka dipanggil. Ini bukan teguran pertama untuk mereka, tapi dari apa yang terjadi hari ini, menurutku teguran ustadzah cukup keras sampai... melibatkan aku.
Entah apa yang ustadzah bicarakan, sore hari ketika ustadzah keluar dari asrama, seseorang membuka pembicaraan.
"Antunna contohlah Edelweiss, tenang, patuh, berteman dengan semua"
Aku yang saat itu sedang berhadapan dengan lemari dan fokus dengan buku, terhenyak. Reka ulang nasehat ustadzah tadi menjadi sindiran tak mengenakkan. Sindiran itu makin panjang ditambah prasangka-prasangka asal bahwa akulah selama ini yang mengadukan ulah mereka kepada ustadzah. Tentu saja bukan aku, dan aku tidak tahu siapa. Ah, aku jadi ingat ketika para anak laki-laki menertawaiku dengan sarung superman dulu. Hanya saja kali ini lebih menyakitkan, ditambah lagi kekuatanku tidak di sini.

Sebelum telingaku lebih panas mendengar sindiran itu, aku berbegas keluar, menuju sekolah.
Aku sibuk sendiri berlari mengelilingi satu sekolah. Tidak peduli air mata yang membendung namun berhasil kuredam. Membiarkan nafas yang terengah-engah. Aku terus berlari hingga seluruh penglihatanku membiru lalu dipenuhi cahaya putih hingga seketika gelap pekat!

...

Entah berapa lama aku tertidur. Samar-samar aku mulai membuka mata.
"Eddy, nak?"
Itu suara Ibuk. Tangisku pecah dipelukannya. Bapak mengelus kepalaku, sesuatu yang aku rindukan.
...
"Pak, Buk, Eddy mau pulang..." Aku merengek pada Bapak Ibuk.
"Kenapa Nak? Coba cerita pelan-pelan ke Ibuk dan Bapak" Lembut, ibuk membujukku.
"Eddy ngga suka di sini. Teman Eddy jahat."
"Dulu pernah begini kan? Tapi Anak Ibuk kuat"
"Dulu Bapak Ibuk selalu temenin Eddy sekolah" Jawabku.
"Haruskah Bapak menemani Eddy di asrama juga, Nak? Kalau gitu Bapak pinjem jilbab Ibuk dulu ya?" Bapak mulai berkelakar
"Bapaak, bukan gitu"
"Hehe.."
"Nak, dari dulu sampai sekarang Ibuk dan Bapak selalu menemani Eddy. Kalau dulu, cuma Bapak yang menemani Eddy ke sekolah dan Ibuk menjaga toko, atau sebaliknya ganti-gantian. Sekarang, malah ngga gantian lagi. Langsung keduanya loh. Ini Bapak dan Ibu bareng Eddy sekarang. Dan sampai kita ketemu lagi, doa bapak dan ibuk lah yang menemani Eddy, ya? Jadi harus lebih kuat :)"
"..."
"Udah gede, sekarang bukan supergirl lagi. Tapi akan jadi Superwoman. Superwoman itu mandiri, ya Pak?"
"Mandiri, semangat dan bertanggung jawab" Tegas Bapak

...

Sudah 10 tahun sejak hari itu.
Kini Aku adalah Edelweiss, superwoman yang mandiri, bersemangat dan bertanggung jawab. Kekuatanku?
Hm, Bapak Ibuk dan doa keduanya (◡‿◡✿)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.