Random Bana

Bismillah,

FYI, bana adalah bahasa Minang dari banget.

Lama tidak menulis. Dan saya rindu menulis di sini, padahal ada banyak hal yang dapat diceritakan selama beberapa hari belakang.
Bicara soal rindu, ternyata dari apa yang saya alami, saya mengambil pelajaran bahwa rindu bukan sekedar perasaan yang muncul begitu saja lantas diabaikan. Rindu itu butuh penjagaan agar tidak berkurang intensitasnya. Agar setiap hari perasaan itu tetap sama dan utuh, bahkan bertambah sehingga ketika pemenuhan rindu itu dilaksanakan, momennya menjadi amat syahdu (aseek-kata paling tepat yang saya temukan untuk menggambarkan rindu yang terobati).
Misalnya, perasaan rindu pada Quran. Ketika duduk bersila bersama kitab suci membuat kita betah berjam jam dan enggan beranjak sedikitpun dari tempat duduk. Itu adalah rindu. Rindu yang mesti dijaga agar setiap hari perasaan itu selalu sama ketika besok kita membukanya lagi. Apa? Kalau rindunya tidak sama/berkurang/bahkan tidak ada? Silakan dicoba, kita membacanya hanya sekedar pemenuhan target harian. Tutup-habis. Dan kita pun jadi tahu, bahwa hari itu, tidak ada rindu ntuk Quran....
Rindu untuk orang tua. Hari itu rindu, lalu kita berbicara dengan intonasi yang amat menyenangkan hingga perasaan senang itu sampai pada orang tua kita. Entah dengan apa perasaan itu terbang, yang jelas sampainya amat cepat dan ketika sampai menimbulkan rasa aman di hati tiap-tiap orang tua. "Anakku hari ini baik-baik saja, aku bahagia mereka bahagia" mungkin begitu batin mereka berkata.
Hmm, ya ya rindu rupanya kamu begitu..
Sebagai tambahan, tentu saja yang saya bicarakan adalah perasaan rindu yang halal lagi baik. Kita tidak berbicara selain itu.

Lalu bicara soal baik. Saya selalu penasaran rahasia kebaikan dalam setiap jalan-jalan hidup yang Allah izinkan kita ambil. Karena sering kali ketidakpahaman dan ketidaksabaran membuat kita lupa bahwa ada rahasia yang menyimpan nilai-nilai kebaikan dalam keputusan. Dia (nilai-nilai tadi) mungkin tidak muncul saat itu juga, ketika keputusan kita jalani, namun muncul berhari-hari, berminggu, bahkan bertahun-tahun setelah jalan hidup itu kita hayati dengan keikhlasan. Setelah kita belajar untuk menerima dan ikhlas. Dan tentu saja dengan melibatkan keputusan Allah sebelum pengambilan langkah.

Bicara soal keputusan, mengambil langkah untuk menjalani suatu keputusan yang kelak mempengaruhi masa depan itu, sulit ya? Tapi ternyata (lagi-lagi menurut pengalaman saya), mempertanggungjawabkan keputusan itu jauh lebih sulit. Tidak bisa sembarangan, jika ternyata keputusan itu membuat kita tidak nyaman, lalu seenaknya melepaskan dan pergi. Selalu ada konsekuensi, yang tentu saja kita tidak ingin ia disesali di kemudian hari.

Lalu, membahas tentang penyesalan. Hari ini kita mungkin menyesal, lalu beberapa hari berikutnya kita bertemu dengan situasi yang membuat kita "tidak jadi" merasa menyesal. Hari ini mungkin kita senang, lalu beberapa waktu ke depan ada saja yang membuat perasaan senang itu menguap. Kita bersedih, dan jatuh. Beberapa hari berikutnya kita akan menemukan dan diingatkan kembali oleh sumber semangat kita selama ini.
Tapi semua bentuk perasaan itu bisa diubah menjadi konstan "selalu bahagia" dengan apa yang kita kenal dengan syukur. Saya pikir tidak mudah, karena ada satu-dua kondisi ketika kita harus memaksa diri untuk kembali memaknai kata "Alhamdulillah".
Sungguh menakjubkan bagaimana Allah membolak-balikkan hati.
Semoga ia senantiasa dalam koridor keridhaan ilahi.

...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.