Puku
Bismillah,
Namanya Puku, temanku sejak kecil.
Hmm,
aku ralat, lebih tepatnya kenalan!
Namanya Puku, kenalanku sejak kecil. Kukatakan
kenalan karena nyatanya kami memang tidak pernah benar-benar berteman. Saat ini
usia kami di angka 18 tahun, tapi aku tidak pernah bisa berteman dengannya.
Progres terbesar hubunganku dengan Puku cukup sekedar berkenalan saja. Bahkan saat berkenalan,
pun Puku hanya menuliskan namanya sendiri “Puku” di atas selembar kertas. Aku tidak tahu nama aslinya.
Baiklah, aku pikir Puku itu tidak mungkin nama asli, kan? Nyatanya, di presensi
kehadiran memang tertulis Puku, walau aku masih tak yakin, aku pilih tidak
peduli saja karena tugas sekolah lebih banyak untuk diberi perhatian.
Sebetulnya, sejak sekolah dasar, sekolah
menengah, hingga sekolah tingkat atas ini, kami satu sekolah. Aku pernah sekali
mencoba masuk ke dunia Puku, dengan mengajaknya pulang bareng, tapi berujung
Puku mengantarkanku hingga rumah dan aku tetap tidak tahu tempat tinggalnya.
Sejak itu, Puku menghindar bila kuajak pulang. Jadi suatu waktu, aku mencoba
membuntuti Puku. Aku nyaris berhasil jika saja tetanggaku tidak meminta
ditemani untuk mendaftar ke salah satu bimbingan belajar. Lama kelamaan aku
menyerah karena ada saja hal yang membuatku batal meningkatkan kualitas perkenalan kami. Benarlah kiranya kabar yang beredar di kalangan kami para siswa, tidak
ada yang mampu berteman dengan Puku lebih baik dibandingkan pulpen dan buku diary miliknya.
Hari ini, setelah sekian lama mengenal
Puku, aku memutuskan "kembali" berteman dengannya. Hari ketika Puku sudah menuju
Yang Maha Kuasa. Ya, Aku berteman dengan Buku dan Pulpen yang terselip di sana, yang biasa Puku bawa ke mana-mana, Catatan Harian Puku.
Aku membuka halaman pertama, di sana
Puku berkata
Tuhan, di buku ini akan kutuliskan takdirku sendiri!-bersambung
Tidak ada komentar: