Niat Baik
Bismillah,
Ini sebenarnya cerita lama sebagai "niat baik" a.k.a berbagi yang baru saya tuliskan saja. Tentang niat baik.
Waktu itu ada senior di kampus yang nikahan+walimah di Padang Panjang. Jarang-jarang banget ada kondangan dari anak kampus yang diadakan di Padang dan sekitarnya. Berhubung saya dan kakaknya satu organisasi, terlebih saya dapet undangan buat dateng, saya dengan riang gembira datang ke sana. Temen-temen satu organisasi yang lain berdomisili di pulau seberang.
Tapi..
Beberapa teman saya tanya, "pe-de" apa engga dateng ke kondangan karib kerabat/kenalan sendirian. Semua yang saya tanya menjawab sangat sungkan pergi walaupun diberi undangan secara langsung dari yang mengundang, atas nama sendiri pula. Semuanya sepakat memilih tidak pergi. Well, kalau diibaratkan pohon saya adalah pohon dengan akar tunggang. Namun kali ini saya jadi berpikir apakah saya lebih baik datang atau tidak. Pertimbangannya adalah rumah saya di Padang, sementara acara di Padang Panjang. Tidak masalah bolak-balik Padang-Padang Panjang, hal itu sudah saya lakukan nyaris sekali seminggu setahun belakangan ini, permasalahan utamanya adalah itu tadi, saya sendiri. Beberapa teman ada agenda serupa dan beberapa lainnya merasa tidak enak jika ikut karena tidak kenal dengan salah satu atau kedua mempelai. Lalu Mama saya pun mengeluarkan statemen pamungkasnya ketika saya bertanya baiknya gimana, yaitu "Anak kan sudah paham mana yang baik dan mana yang buruk, lebih daripada Mama". Ini asumsi saya, tapi asumsi yang kebenarannya (juga saya yang jamin) 97% bahwa statement tersebut bermaksud : Memenuhi undangan itu kewajiban muslim antar muslim, kan? Tidak ada syarat asal ada teman. Saya juga tidak punya alasan seperti sakit, karena alhamdulillah sehat wal a'fiah di rumah. Tidak ada acara keluarga karena justru baru saja minggu lalu kembali ke rumah masing-masing setelah lebaran, tidak ada pekerjaan rumah karena telah diselesaikan sejak pagi. Akhirnya saya pergi, pergi bersama niat baik in sya a Allah.
Yep. Saya pergi. Namun, agak siang karena selain acaranya memang baru dimulai pukul 1, saya perlu mengatasi kebingungan diri sendiri terlebih dahulu untuk memutuskan akan pergi apa tidak. Agak siang means saya juga berangkat dari rumah pukul satu siang.
Niat baik memang tidak selalu mudah diwujudkan.
Dari rumah saya ke pusat kota, tempat travel jenis Elf biasa mangkal memakan waktu satu jam, karena selain ngetem, rute angkot biasanya memasuki kawasan pasar raya yang super padat. Sepanjang jalan saya berusaha sekuat tenaga (walau cuma duduk di angkot) mengingatkan diri saya bahwa "Ayo realisasikan niat baik!" supaya saya tidak putar balik di tengah jalan [1]. Benarlah, setelah satu jam saya baru duduk di travel. Ngga afdhal kalau travel ngga ngetem demi memenuhi bangku yang tersedia. Jadinya, baru benar-benar berangkat lancar dari Padang pukul setengah 3 T-T
Di tengah perjalanan...
Padang Panjang itu julukannya Kota Serambi Mekkah daaaaan Kota Hujan!!! [2]
Dear Hujan, I do really love you, but why!
Saya tidak berangkat dengan menggunakan mobil pribadi lho, Jan..
Pernah tidak, ketika turun hujan kamu berharap agar tidak turun saat itu karena ada hal penting yang harus dikerjakan dan akan lebih mudah jika hari cerah. Saya selalu berpikir jika sudah begini,
"Hujan kan rahmat, tapi kalau memohon pada Allah supaya menghentikan hujan saat itu seolah menolak rahmat ngga siiih?" haha.
Tapi tetap saja saya berdoa supaya sedikit saja hujan reda.
Turun dari travel masih lebat. Masih berusaha mengingatkan diri "Ayo realisasikan niat baik!".
Setelah ashar, alhamdulillah baru reda sedikit, better. Langsung lah saya ke lokasi yang dituju. Baru benar-benar bertemu dengan pengantinnya pukul 5 sore. Alhamdulillah sempat silaturrahim dan merealisasikan niat baik. Uyee!! Mabrook Mabrook!
Beberapa puluh langkah dari lokasi, hujan lebat. [3]
Enjoy aja #sambilnangis #tangisjatuhbersamahujan.
Saya masih harus jalan beberapa ratus meter untuk sampai ke pertigaan tempat travel ke Padang biasa mangkal. Lagi! Travelnya ngetem [4]
Menunggu penumpang hingga nyaris jam setengah tujuh. Saya harus menjelaskan pada Papa yang anti banget-anak gadis pulang malam, walau pagi tadi sudah memberi saya izin untuk pergi. Cuma bisa berdoa dan merasa bersalah.
Di titik ini, saya mempertanyakan batas kesabaran dan akhir dari sebuah niat baik.
Sampai, pertanyaan itu hilang dengan sendirinya ditimpa doa-doa seiring mobil yang mulai melaju.
Bukankah perjalanan adalah tempat sekaligus waktu yang baik untuk memperbanyak doa?
Kalaulah kita sepakat bahwa dunia ini sementara dan kita sedang melakukan perjalanan ke akhirat, itu artinya di setiap tempat dan di setiap detik yang kita lalui di dunia ini dapat kita penuhi dengan doa-doa kebaikan dan keberkahan #kontemplasiselingan
(dengan catatan kecuali di tempat yang tidak suci lho yaa)
Balik lagi,
Kalau lah saat itu hari saya berakhir dengan kelelahan yang menguap di kasur, saya mungkin akan menyimpulkan bahwa niat baik tidak selalu berakhir baik. Pada kenyataannya saya amat yakin bahwa segala niat baik berujung baik.
Pasalnya, sampai di Padang kota saya dijemput oleh papa bersama anggota keluarga yang lain lalu diajak makan malam bersama di luar, di salah satu Restoran Padang. Kami sangat jarang makan di luar, bisa dihitung dengan jari, pada satu tangan, dalam setahun. Bagi papa, tidak ada rumah makan manapun yang mampu menandingi kelezatan masakan mama. Tapi, hari itu nasi yang saya makan benar-benar terasa manis!
---
Semoga segala niat baik menuntut ilmu menghasilkan ilmu yang bermanfaat
Semoga segala niat baik mencari rezeki membawa rezeki yang penuh keberkahan
Let me summarize this post :-)
Niat baik memang tidak selalu mudah jalannya
Tetap bersabar untuk menyaksikan bahwa
Segala niat baik in sya a Allah berujung kebaikan pula
Ini sebenarnya cerita lama sebagai "niat baik" a.k.a berbagi yang baru saya tuliskan saja. Tentang niat baik.
Waktu itu ada senior di kampus yang nikahan+walimah di Padang Panjang. Jarang-jarang banget ada kondangan dari anak kampus yang diadakan di Padang dan sekitarnya. Berhubung saya dan kakaknya satu organisasi, terlebih saya dapet undangan buat dateng, saya dengan riang gembira datang ke sana. Temen-temen satu organisasi yang lain berdomisili di pulau seberang.
Tapi..
Beberapa teman saya tanya, "pe-de" apa engga dateng ke kondangan karib kerabat/kenalan sendirian. Semua yang saya tanya menjawab sangat sungkan pergi walaupun diberi undangan secara langsung dari yang mengundang, atas nama sendiri pula. Semuanya sepakat memilih tidak pergi. Well, kalau diibaratkan pohon saya adalah pohon dengan akar tunggang. Namun kali ini saya jadi berpikir apakah saya lebih baik datang atau tidak. Pertimbangannya adalah rumah saya di Padang, sementara acara di Padang Panjang. Tidak masalah bolak-balik Padang-Padang Panjang, hal itu sudah saya lakukan nyaris sekali seminggu setahun belakangan ini, permasalahan utamanya adalah itu tadi, saya sendiri. Beberapa teman ada agenda serupa dan beberapa lainnya merasa tidak enak jika ikut karena tidak kenal dengan salah satu atau kedua mempelai. Lalu Mama saya pun mengeluarkan statemen pamungkasnya ketika saya bertanya baiknya gimana, yaitu "Anak kan sudah paham mana yang baik dan mana yang buruk, lebih daripada Mama". Ini asumsi saya, tapi asumsi yang kebenarannya (juga saya yang jamin) 97% bahwa statement tersebut bermaksud : Memenuhi undangan itu kewajiban muslim antar muslim, kan? Tidak ada syarat asal ada teman. Saya juga tidak punya alasan seperti sakit, karena alhamdulillah sehat wal a'fiah di rumah. Tidak ada acara keluarga karena justru baru saja minggu lalu kembali ke rumah masing-masing setelah lebaran, tidak ada pekerjaan rumah karena telah diselesaikan sejak pagi. Akhirnya saya pergi, pergi bersama niat baik in sya a Allah.
Yep. Saya pergi. Namun, agak siang karena selain acaranya memang baru dimulai pukul 1, saya perlu mengatasi kebingungan diri sendiri terlebih dahulu untuk memutuskan akan pergi apa tidak. Agak siang means saya juga berangkat dari rumah pukul satu siang.
Niat baik memang tidak selalu mudah diwujudkan.
Dari rumah saya ke pusat kota, tempat travel jenis Elf biasa mangkal memakan waktu satu jam, karena selain ngetem, rute angkot biasanya memasuki kawasan pasar raya yang super padat. Sepanjang jalan saya berusaha sekuat tenaga (walau cuma duduk di angkot) mengingatkan diri saya bahwa "Ayo realisasikan niat baik!" supaya saya tidak putar balik di tengah jalan [1]. Benarlah, setelah satu jam saya baru duduk di travel. Ngga afdhal kalau travel ngga ngetem demi memenuhi bangku yang tersedia. Jadinya, baru benar-benar berangkat lancar dari Padang pukul setengah 3 T-T
Di tengah perjalanan...
Padang Panjang itu julukannya Kota Serambi Mekkah daaaaan Kota Hujan!!! [2]
Dear Hujan, I do really love you, but why!
Saya tidak berangkat dengan menggunakan mobil pribadi lho, Jan..
Pernah tidak, ketika turun hujan kamu berharap agar tidak turun saat itu karena ada hal penting yang harus dikerjakan dan akan lebih mudah jika hari cerah. Saya selalu berpikir jika sudah begini,
"Hujan kan rahmat, tapi kalau memohon pada Allah supaya menghentikan hujan saat itu seolah menolak rahmat ngga siiih?" haha.
Tapi tetap saja saya berdoa supaya sedikit saja hujan reda.
Turun dari travel masih lebat. Masih berusaha mengingatkan diri "Ayo realisasikan niat baik!".
Setelah ashar, alhamdulillah baru reda sedikit, better. Langsung lah saya ke lokasi yang dituju. Baru benar-benar bertemu dengan pengantinnya pukul 5 sore. Alhamdulillah sempat silaturrahim dan merealisasikan niat baik. Uyee!! Mabrook Mabrook!
Beberapa puluh langkah dari lokasi, hujan lebat. [3]
Enjoy aja #sambilnangis #tangisjatuhbersamahujan.
Saya masih harus jalan beberapa ratus meter untuk sampai ke pertigaan tempat travel ke Padang biasa mangkal. Lagi! Travelnya ngetem [4]
Menunggu penumpang hingga nyaris jam setengah tujuh. Saya harus menjelaskan pada Papa yang anti banget-anak gadis pulang malam, walau pagi tadi sudah memberi saya izin untuk pergi. Cuma bisa berdoa dan merasa bersalah.
Di titik ini, saya mempertanyakan batas kesabaran dan akhir dari sebuah niat baik.
Sampai, pertanyaan itu hilang dengan sendirinya ditimpa doa-doa seiring mobil yang mulai melaju.
Bukankah perjalanan adalah tempat sekaligus waktu yang baik untuk memperbanyak doa?
Kalaulah kita sepakat bahwa dunia ini sementara dan kita sedang melakukan perjalanan ke akhirat, itu artinya di setiap tempat dan di setiap detik yang kita lalui di dunia ini dapat kita penuhi dengan doa-doa kebaikan dan keberkahan #kontemplasiselingan
(dengan catatan kecuali di tempat yang tidak suci lho yaa)
Balik lagi,
Kalau lah saat itu hari saya berakhir dengan kelelahan yang menguap di kasur, saya mungkin akan menyimpulkan bahwa niat baik tidak selalu berakhir baik. Pada kenyataannya saya amat yakin bahwa segala niat baik berujung baik.
Pasalnya, sampai di Padang kota saya dijemput oleh papa bersama anggota keluarga yang lain lalu diajak makan malam bersama di luar, di salah satu Restoran Padang. Kami sangat jarang makan di luar, bisa dihitung dengan jari, pada satu tangan, dalam setahun. Bagi papa, tidak ada rumah makan manapun yang mampu menandingi kelezatan masakan mama. Tapi, hari itu nasi yang saya makan benar-benar terasa manis!
---
Semoga segala niat baik menuntut ilmu menghasilkan ilmu yang bermanfaat
Semoga segala niat baik mencari rezeki membawa rezeki yang penuh keberkahan
Let me summarize this post :-)
Niat baik memang tidak selalu mudah jalannya
Tetap bersabar untuk menyaksikan bahwa
Segala niat baik in sya a Allah berujung kebaikan pula
Tidak ada komentar: