Perjalanan Malam
Bismillah,
Hari itu, Malam bangun dari tidur panjangnya. Kepergian matahari sejak sore tadi yang membangunkannya. Tidak seperti biasa yang ketika bangun, Malam dapat menikmati waktu hidupnya. Ya, tentu saja waktu hidup Malam, yang lebih singkat dibandingkan siang.
Kemarin, Malam melewati sebuah mesjid. Tempat para muslim memenuhi kebutuhan ruhiyah mereka. Sang Imam membacakan surat Al-Falaq dengan terisak. Perjalanan Malam seketika terhenti. Ia perih-sedih.
Malam berusaha mengelak. Tapi Malam sadar betul bahwa seperti Kalamullah itulah kenyataannya.
Di pinggiran jalan, Malam melihat beberapa orang yang tertidur beralaskan karton-karton kardus bekas. Tak takut padanya yang datang membawa dingin.
Lalu, Malam pun menyaksikan sebuah bus berhenti di halte terakhir. Seseorang telah turun membawa dompet kecil yang bukan miliknya. Raut wajahnya sama sekali tak menunjukkan penyesalan. Malam ingin melahapnya tapi urung. Perhatiannya teralihkan oleh seorang karyawati yang tampak mulai rusuh mencari ke sana ke mari membongkar isi tasnya. "Mana dompet! Mana dompet!" teriaknya tak bersuara selain pada diri sendiri. Malam iba.
Malam terus menyusuri jalan, menyaksikan kenyataan.
Kemudian di sudut kota disaksikannya orang-orang keluar masuk sebuah gedung yang tampak gelap dari luar. Nyatatanya, gedung itu penuh dengan gemerlap duniawi tak berarti. "Huh! Orang-orang ini adalah para pengecut yang mencari pelarian masalahnya," gerutu Malam. Ia ingin sekali memberangus tempat ini, jika lupa bahwa Rabb adalah yang Maha Menghakimi lagi Maha Adil.
Mereka adalah salah satu sumber masalahnya.
Malam mulai letih.
Kenyataan yang dilihatnya tidak hanya satu, tapi be-ribu.
Lantas, bagaimana aku dapat menikmati lagi ketentramanku?
Di tengah upaya yang nyaris putus asa, malam mendengar nyanyian merdu. Ia cari sumber suara itu. Suara yang menentramkannya. Suara yang meredam kesedihan Malam.
Siapa sangka, suara itu adalah lantunan doa-doa panjang dari seorang Ayah untuk puterinya, dari seorang suami untuk isterinya, dari seorang kepala keluarga untuk tanggung jawabnya, sumber kebahagiaannya. Cukuplah Malam menyimpan rahasia doa itu. Doa yang menjadi sumber ketenangan Malam.
Ah! Di akhir doa itu Malam tak sengaja mendengar, "Rabb, terima kasih telah menciptakan malam. Malam yang romantis menggemakan setiap munajatku pada-Mu"
Malam mendapatkan lagi ketenangannya, kenyamanannya.
Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan, dan kelapangan rezeki bagi para Ayah sejati :')
Salam rindu dari puterimu
Hari itu, Malam bangun dari tidur panjangnya. Kepergian matahari sejak sore tadi yang membangunkannya. Tidak seperti biasa yang ketika bangun, Malam dapat menikmati waktu hidupnya. Ya, tentu saja waktu hidup Malam, yang lebih singkat dibandingkan siang.
Kemarin, Malam melewati sebuah mesjid. Tempat para muslim memenuhi kebutuhan ruhiyah mereka. Sang Imam membacakan surat Al-Falaq dengan terisak. Perjalanan Malam seketika terhenti. Ia perih-sedih.
Malam berusaha mengelak. Tapi Malam sadar betul bahwa seperti Kalamullah itulah kenyataannya.
Di pinggiran jalan, Malam melihat beberapa orang yang tertidur beralaskan karton-karton kardus bekas. Tak takut padanya yang datang membawa dingin.
Lalu, Malam pun menyaksikan sebuah bus berhenti di halte terakhir. Seseorang telah turun membawa dompet kecil yang bukan miliknya. Raut wajahnya sama sekali tak menunjukkan penyesalan. Malam ingin melahapnya tapi urung. Perhatiannya teralihkan oleh seorang karyawati yang tampak mulai rusuh mencari ke sana ke mari membongkar isi tasnya. "Mana dompet! Mana dompet!" teriaknya tak bersuara selain pada diri sendiri. Malam iba.
Malam terus menyusuri jalan, menyaksikan kenyataan.
Kemudian di sudut kota disaksikannya orang-orang keluar masuk sebuah gedung yang tampak gelap dari luar. Nyatatanya, gedung itu penuh dengan gemerlap duniawi tak berarti. "Huh! Orang-orang ini adalah para pengecut yang mencari pelarian masalahnya," gerutu Malam. Ia ingin sekali memberangus tempat ini, jika lupa bahwa Rabb adalah yang Maha Menghakimi lagi Maha Adil.
Mereka adalah salah satu sumber masalahnya.
Malam mulai letih.
Kenyataan yang dilihatnya tidak hanya satu, tapi be-ribu.
Lantas, bagaimana aku dapat menikmati lagi ketentramanku?
Di tengah upaya yang nyaris putus asa, malam mendengar nyanyian merdu. Ia cari sumber suara itu. Suara yang menentramkannya. Suara yang meredam kesedihan Malam.
Siapa sangka, suara itu adalah lantunan doa-doa panjang dari seorang Ayah untuk puterinya, dari seorang suami untuk isterinya, dari seorang kepala keluarga untuk tanggung jawabnya, sumber kebahagiaannya. Cukuplah Malam menyimpan rahasia doa itu. Doa yang menjadi sumber ketenangan Malam.
Ah! Di akhir doa itu Malam tak sengaja mendengar, "Rabb, terima kasih telah menciptakan malam. Malam yang romantis menggemakan setiap munajatku pada-Mu"
Malam mendapatkan lagi ketenangannya, kenyamanannya.
Sebuah doa itu telah meredam beribu kebisingan.---
Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan, dan kelapangan rezeki bagi para Ayah sejati :')
Salam rindu dari puterimu
Tidak ada komentar: