Labil

Bismillah.

Mungkin aku adalah manusia paling labil di muka bumi. Labil menghadapi diriku sendiri. Tidak punya pernyataan yang konsisten ketika menghadapi masalahku sendiri.

Pernah suatu waktu, aku begitu menyesali keputusanku.
Bertanya-tanya dan menuntut pada Rabb,
"Rabb, yang hamba pahami adalah segala sesuatu terjadi atas kehendak-Mu dan hamba berusaha mewujudkannya, menjalaninya. Bukankah hamba telah bersembah sujud di rumah-Mu di banyak waktu dan memohon,
'Jika ini yang terbaik untuk hidupku, lancarkanlah jalannya. Tetapkahlah kehendak-Mu atasnya. Anugerahkanlah keridhoan-Mu di dalamnya'.
Tapi ketika hamba mendapatkan apa yang hamba harapkan, sulit sekali untuk menerima bahwa kehendak-Mu inikah yang terbaik untuk hamba, Rabb? Sesuatu yang justru membuat hamba menjadi lalai terhadap-Mu? Merentang jarak lebih jauh dari-Mu? Hamba menjadi tak tahu diri seenaknya menuntut di mana letak kebaikan dari jalan hidup yang telah Engkau tetapkan?"
Haha, dasar hamba tak tahu malu.

Lalu,
Di waktu-waktu setelahnya, aku meralat bersih tuntutanku. Merasa amat bahagia dengan apa yang telah kujalani dan kuterima sebagai takdir. Berjalan kegirangan, senyum mengembang sepanjang hari, dan amat-amat bersyukur langkahku sampai pada hari ini. Seraya memuji-muji,
"Rabb, betapa Agungnya Engkau. Bagimu segala pujian, keagungan, kemuliaan, sepenuh langit dan sepenuh bumi, pun sepenuh apa yang Engkau kehendaki dari segala sesuatu dan sesudahnya. Terima kasih telah menyampaikan langkah hamba pada hari ini. Terima kasih telah mengabulkan harapan hamba ini. DariMu lah segala kebaikan bermula, kepadaMu segala kebaikan bermuara. Aku bergumam-gumam kecil saking senangnya,
'Rabb, hamba bahagia hari ini. Alhamdulillah, terima kasih Rabb. Allah memang yang terbaik!'"
Haha, aku seolah lupa betapa tak tahu malunya diriku dulu menanyai hikmah dari jalan yang membuatku sampai pada hari-hari penuh berkah itu.

Labil sekali diriku. Dulu saja, aku mengutuk-ngutuk keputusanku. Kini, aku mensyukuri setiap keputusan itu. Ah, ya. Aku sadar kini. Aku masih belum lulus dalam ujian kesabaran.
Oh, "Aku harus memahami makna kesabaran lebih dalam lagi. Aku harus mampu menjaga kesabaranku" pikirku suatu kali.

Rabb, mohon. Jangan marahi hamba atas kelabilan itu :(


----------------
Rabbi, sesungguhnya aku telah mendzalimi diriku sendiri. Jika bukan engkau yang mengampuni dan mengasihiku, kepada siapa aku mohon perlindungan dan keampunan? Sungguh jika tak Kau ampuni diriku, aku tergolong orang-orang yang dipenuhi dengan sesal sepanjang hayatku
...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.