Terdampar
Bismillah,
Sebuah kelapa terdampar, dihantarkan buih-buih ombak menuju tepi pantai. Sendirian.
Seorang gadis mendekatinya. Ia mengetuk-ngetuk batok kelapa itu tiga kali menggunakan ruas tengah jari tengahnya.
Gadis: Assalamualaikum, Kelapa! Apa kau sudah sadar?
Dua kali Si Gadis mengetuk, tak ada jawaban. Ia masih berusaha pada ketukan ketiga, dan usahanya berhasil. Dari badan kelapa itu menyembul kaki dan tangan mungil hasil jalinan serabut-serabut yang dimilikinya.
Kelapa: Uhuk, uhuk! Oh, maaf. Waalaikumussalam warahmatullah. Hai..
Gadis: Tidak apa. Apa ketukanku mengganggumu?
Kelapa: Tidak, tidak sama sekali. Hanya saja aku kira aku sudah mati. Sekarang, aku tidak tahu aku di mana. Hm, apakah mungkin sekarang aku di Surga? Karena aku pikir kau cantik sekali, apa kau bidadari?
Gadis: Haha, sayangnya itu baru sekedar impianku. Maaf mengecewakanmu, tapi aku bukan bidadari.
Kelapa: Tak apa. Semoga impianmu terwujud. Sekarang bisakah kau beritahu di mana aku terdampar?
Gadis: Kau sekarang terdampar di Pantai Jambu, Negri Pedang. Omong-omong, darimana kau berasal?
Kelapa: Oh...
Pertanyaan Si Gadis tak terjawab,
Gadis: Jadi, dari mana kau berasal?
Kelapa: Aku...sesungguhnya bingung tentang jawaban pertanyaanmu. Aku menghabiskan separuh hidupku di tengah lautan. Yang paling aku ingat, di rumahku dulu tak ada pantai dan ombak seperti ini. Suatu ketika aku menyaksikan air bah coklat pekat menyapu hampir seluruh benda-benda & makhluk yang dilewatinya. Ia menyapu rumahku juga hingga aku dan keluarga, kami semua berpisah. Waktu kejadian itu, aku masih hijau segar. Kini lihatlah, aku sudah tua dan lapuk.
Bentuk Kelapa yang terdampar tak karuan itu, tambah tak menentu seiring kesedihan ceritanya.
Gadis: Ada apa dengan tua dan lapuk?
Kelapa: Kau jangan pura-pura tidak tahu, setiap kelapa terkenal sebagai buah yang bermanfaat. Aku tak akan mendapatkan gelar itu jika aku begini, tua dan lapuk. Ketika di lautan lepas, aku benar-benar berpikir akan mati. Maksudku, aku bahkan sedikit berharap agar aku mati saja, saking lamanya aku di sana. Ternyata, ketukanmu berhasil membuatku bangun.
Gadis: Bukankah kelapa sepertimu masih bisa menjadi santan? Kau tahu, orang-orang negri ini suka sekali memanfaatkan kelapa-kelapa tua sebagai santan. Mereka semua bermanfaat bagi kami.
Kelapa: Jangan lupa kalau aku ini lapuk.
...
Keduanya terdiam. Gadis yang tadinya berdialog masih dalam posisi jongkok kini terduduk. Ia pun sesungguhnya sama, sedang mencari manfaat dirinya sendiri. Ia tak banyak ide pula saat ini.
Tak lama, ia pun merebahkan diri. Menatap langit dan membiarkan ombak membasahi bajunya. Kelapa pun ikut tiduran bersamanya. "Huft.." memikirkannya saja membuatnya lelah
...
...
...
Seorang lelaki tua, kurus, dengan kulit yang gelap terbakar matahari mendekati mereka.
"Permisi, sampah-sampah di pantai hendak dibersihkan" ucap Pak Tua seraya mengarahkan kedua tangannya berniat mengambil si Kelapa.
Gadis: Eh, uhm. Ja...
Terlambat. Si Kelapa telah berada di tangan Pak Tua. Si Gadis tak dapat berbuat apa-apa. Si Kelapa panik dahsyat tetapi sama blank-nya dengan Si Gadis. Nyaris sebelum si Kelapa masuk dalam karung sampah, seorang pemuda datang mendekat.
Pemuda: Maaf Pak, apakah Bapak berniat membuang kelapa itu?
Pak Tua: Iya, sampah-sampah harus dibersihkan Dik.
Pemuda: Bolehkah jika kelapa itu untuk saya saja? Saya dan teman-teman sedang mengumpulkan kelapa-kelapa tua sebagai bahan pra karya.
Pemuda itu menunjuk-nunjuk segerombolan orang-orang yang sedang berjalan keliling pantai mencari yang mereka cari.
Pak Tua: Oh, silakan tentu saja. Ini boleh untukmu.
Pak Tua menyerahkan kelapa itu ke tangan Si Pemuda, kemudian pergi. Senanglah hati Si Gadis dan Si Kelapa. Selangkah lagi, si Kelapa akan sampai pada tujuan hidupnya.
Pemuda: Hei, dia boleh menjadi temanku, kan?
Gadis: Oh, hm, yap! Terima kasih.
Si Gadis menjawab bingung. Pemuda itu membalas dengan senyum, kemudian melangkah ragu menjauhi Si Gadis, membawa serta Si Kelapa di tangannya. Perhatian Si Gadis beralih lagi pada si Kelapa. "Hati-hati!" Bisik Si Gadis pada Si Kelapa yang menjauh melalui isyarat bibirnya.
Figuran: Hei, siapa itu?
Pemuda: Entahlah. tapi aku memperhatikannya berbicara pada kelapa ini.
Figuran: Orang gila?
Pemuda: Hm, aku pikir tidak begitu. Justru...
Figuran: Oh, yasudah tak perlu dipikirkan. Ayo!
"Rabb, dekatkan pula aku pada tujuanku" Ucap Si Gadis kemudian.
Angin menerbangkan doa itu, melewati telinga si Pemuda. Pemuda itu berbalik arah menatap gadis dengan bingung. (Okey yang baris ini kenapa jadi ditambahin, artinya apa coba -___-")
#Selesai
Sebuah kelapa terdampar, dihantarkan buih-buih ombak menuju tepi pantai. Sendirian.
Seorang gadis mendekatinya. Ia mengetuk-ngetuk batok kelapa itu tiga kali menggunakan ruas tengah jari tengahnya.
Gadis: Assalamualaikum, Kelapa! Apa kau sudah sadar?
Dua kali Si Gadis mengetuk, tak ada jawaban. Ia masih berusaha pada ketukan ketiga, dan usahanya berhasil. Dari badan kelapa itu menyembul kaki dan tangan mungil hasil jalinan serabut-serabut yang dimilikinya.
Kelapa: Uhuk, uhuk! Oh, maaf. Waalaikumussalam warahmatullah. Hai..
Gadis: Tidak apa. Apa ketukanku mengganggumu?
Kelapa: Tidak, tidak sama sekali. Hanya saja aku kira aku sudah mati. Sekarang, aku tidak tahu aku di mana. Hm, apakah mungkin sekarang aku di Surga? Karena aku pikir kau cantik sekali, apa kau bidadari?
Gadis: Haha, sayangnya itu baru sekedar impianku. Maaf mengecewakanmu, tapi aku bukan bidadari.
Kelapa: Tak apa. Semoga impianmu terwujud. Sekarang bisakah kau beritahu di mana aku terdampar?
Gadis: Kau sekarang terdampar di Pantai Jambu, Negri Pedang. Omong-omong, darimana kau berasal?
Kelapa: Oh...
Pertanyaan Si Gadis tak terjawab,
Gadis: Jadi, dari mana kau berasal?
Kelapa: Aku...sesungguhnya bingung tentang jawaban pertanyaanmu. Aku menghabiskan separuh hidupku di tengah lautan. Yang paling aku ingat, di rumahku dulu tak ada pantai dan ombak seperti ini. Suatu ketika aku menyaksikan air bah coklat pekat menyapu hampir seluruh benda-benda & makhluk yang dilewatinya. Ia menyapu rumahku juga hingga aku dan keluarga, kami semua berpisah. Waktu kejadian itu, aku masih hijau segar. Kini lihatlah, aku sudah tua dan lapuk.
Bentuk Kelapa yang terdampar tak karuan itu, tambah tak menentu seiring kesedihan ceritanya.
Gadis: Ada apa dengan tua dan lapuk?
Kelapa: Kau jangan pura-pura tidak tahu, setiap kelapa terkenal sebagai buah yang bermanfaat. Aku tak akan mendapatkan gelar itu jika aku begini, tua dan lapuk. Ketika di lautan lepas, aku benar-benar berpikir akan mati. Maksudku, aku bahkan sedikit berharap agar aku mati saja, saking lamanya aku di sana. Ternyata, ketukanmu berhasil membuatku bangun.
Gadis: Bukankah kelapa sepertimu masih bisa menjadi santan? Kau tahu, orang-orang negri ini suka sekali memanfaatkan kelapa-kelapa tua sebagai santan. Mereka semua bermanfaat bagi kami.
Kelapa: Jangan lupa kalau aku ini lapuk.
...
Keduanya terdiam. Gadis yang tadinya berdialog masih dalam posisi jongkok kini terduduk. Ia pun sesungguhnya sama, sedang mencari manfaat dirinya sendiri. Ia tak banyak ide pula saat ini.
Tak lama, ia pun merebahkan diri. Menatap langit dan membiarkan ombak membasahi bajunya. Kelapa pun ikut tiduran bersamanya. "Huft.." memikirkannya saja membuatnya lelah
...
...
...
Seorang lelaki tua, kurus, dengan kulit yang gelap terbakar matahari mendekati mereka.
"Permisi, sampah-sampah di pantai hendak dibersihkan" ucap Pak Tua seraya mengarahkan kedua tangannya berniat mengambil si Kelapa.
Gadis: Eh, uhm. Ja...
Terlambat. Si Kelapa telah berada di tangan Pak Tua. Si Gadis tak dapat berbuat apa-apa. Si Kelapa panik dahsyat tetapi sama blank-nya dengan Si Gadis. Nyaris sebelum si Kelapa masuk dalam karung sampah, seorang pemuda datang mendekat.
Pemuda: Maaf Pak, apakah Bapak berniat membuang kelapa itu?
Pak Tua: Iya, sampah-sampah harus dibersihkan Dik.
Pemuda: Bolehkah jika kelapa itu untuk saya saja? Saya dan teman-teman sedang mengumpulkan kelapa-kelapa tua sebagai bahan pra karya.
Pemuda itu menunjuk-nunjuk segerombolan orang-orang yang sedang berjalan keliling pantai mencari yang mereka cari.
Pak Tua: Oh, silakan tentu saja. Ini boleh untukmu.
Pak Tua menyerahkan kelapa itu ke tangan Si Pemuda, kemudian pergi. Senanglah hati Si Gadis dan Si Kelapa. Selangkah lagi, si Kelapa akan sampai pada tujuan hidupnya.
Pemuda: Hei, dia boleh menjadi temanku, kan?
Gadis: Oh, hm, yap! Terima kasih.
Si Gadis menjawab bingung. Pemuda itu membalas dengan senyum, kemudian melangkah ragu menjauhi Si Gadis, membawa serta Si Kelapa di tangannya. Perhatian Si Gadis beralih lagi pada si Kelapa. "Hati-hati!" Bisik Si Gadis pada Si Kelapa yang menjauh melalui isyarat bibirnya.
Figuran: Hei, siapa itu?
Pemuda: Entahlah. tapi aku memperhatikannya berbicara pada kelapa ini.
Figuran: Orang gila?
Pemuda: Hm, aku pikir tidak begitu. Justru...
Figuran: Oh, yasudah tak perlu dipikirkan. Ayo!
"Rabb, dekatkan pula aku pada tujuanku" Ucap Si Gadis kemudian.
#Selesai
Tidak ada komentar: