Arti Puasa
Bismillah,
Seseorang sedang hanyut dalam pikirannya. Tenang dan dalam. Dia tidak menyadari keberadaanku yang baru saja duduk di sampingnya. Hingga aku sengaja berdehem untuk mengusiknya, barulah ia menoleh ke arahku.
Dia: Oh, hai...
Responnya datar, tanpa senyum
Aku: Hehe, apakah aku mengganggumu?
Dia: Sedikit. Aku sedang sibuk berpikir
Aku melihat senyum yang agak dipaksakan, seperti dia sebetulnya enggan aku di sini. Tapi, bukan aku jika tidak menyebalkan.
Aku: Pas sekali. Keberadaanku di sini justru untuk meringankan beban pikiranmu. Jadi, ada apa?
Dia: Tidak perlu. Aku cukup dengan diriku sendiri.
Aku: Hm...Jadi, ada apa?
Aku memaksa. Melambatkan intonasi suara, memperhatikannya lamat-lamat. Ini caraku
Dia: Seseorang mempertanyakanku mengapa aku enggan berpuasa. Untuk apa dia bertanya begitu. Sok perhatian terhadapku. Bukankah urusan agama kita jalankan masing-masing? Jadi terserahku ingin puasa atau tidak. Mengapa ia mesti repot-repot mengurusi urusanku dengan tuhanku?
Aku menyimak tiap detil ungkapannya. Mungkin aku sudah salah bertanya. Semoga aku punya solusi!
Aku: Hm, baiklah kalau begitu. Selamat mengurusi urusanmu sendiri dengan tuhanmu :-)
Aku beranjak. Sekilas aku perhatikan ia menatapku. Seperti menunggu.
Aku: Oh ya, di akhirat nanti tentu saja. Da..
Dia: Jadi, untuk apa kau tadi bertanya padaku?!
Teriaknya sambil melemparkan beberapa helai rumput yang tak sampai padaku karna diterbangkan angin ke arah berlawanan. Rumput yang dicabutnya entah dari mana.
Aku: Apa yang kau inginkan dariku? Haha..
Dia: Ayolah..
Hm, mari artikan dia sudah siap mendengarkan.
Aku: Baiklah, sebetulnya aku sungguh bingung alasan apa yang membuatmu enggan berpuasa?
Dia: ...
Aku: Kau percaya pada tuhan? Pada eksistensi Rabb semesta alam? Pada Allah?
Dia: ...
Aku: Hm, kalau kau tidak percaya, menurutku wajar saja jika kau tidak berpuasa karna memang tidak ada perintah bagimu untuk berpuasa.
Dia menoleh padaku. Menunggu lanjutannya
Aku: Seingatku di Al-Quran perintah puasa diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Jika kau tidak beriman pada tuhan wajar jika kau menyerah pada puasa. Lalu apa kau muslim?
Dia: Tentu saja, aku muslim sejak lahir?
Aku: Wah, pede sekali mengaku muslim?
Dia mengernyitkan dahi
Aku: Seingatku lagi, salah satu rukun islam adalah berpuasa. Iya kan? Rukun, bukan hanya sekedar requirement ketika kau membuat sebuah program. Dia lebih tinggi dari itu. Jika tidak memenuhi requirement paling-paling asisten akan membuat nilai kita jadi e-nol. Jika rukun tidak mampu kita penuhi bukankah itu artinya pengakuan kita sebagai muslim perlu dibenahi lagi?
Dia: Tapi aku tidak mendapatkan arti dari berpuasa itu sendiri. Tak ada apa-apa. Tak terasa.
Aku: Mungkin karna belum benar-benar berpuasa. Belum benar-benar menahan nafsu untuk menyia-nyiakan waktu. Belum benar-benar mampu menahan amarah. Belum benar-benar berusaha memperbaiki amalan yang dilakukan di hari-hari biasa. Selain itu, tidak akan mendapat jika tidak mencari.
Dia: ...
Aku: Selama belajar di kelas, aku pernah merasa tidak mendapatkan "meaning" dari mata kuliah yang aku ikuti, walaupun aku memberikan perhatian penuh padanya. Pertanyaan "untuk apa aku belajar ini" selalu berusaha mengacaukan pikiranku. Tapi mata kuliah itu adalah mata kuliah wajib. Disuruh si kurikulum ceritanya. Jadi kuambil saja. Setidaknya, ketika aku mengikuti kuliah itu dengan baik aku akan mendapatkan "nilai" yang baik di akhir semester. Ya, aku harus menunggu akhir semester untuk mendapatkan arti dari keikutsertaanku pada kuliah itu.
Dia: Teruskan...
Pintanya sambil tetap bertingkah tidak peduli. Kan sudah kubilang, bukan aku kalau tidak menyebalkan. Lihat saja.
Aku: Kita manusia juga sedang dalam perkuliahan dan ujian. Pengumuman IPK baru akan dilakukan sekali untuk selamanya, di akhirat nanti. Jika kuliah di duia tujuan kita untuk mendapat gelar sarjana/master/doktor, kuliah hakiki yang sedang kita jalani saat ini tujuannya adalah untuk mencapai gelar takwa. Jika kuliah di duia status kita sebagai mahasiswa yang baik (integritas, prestasi dan komitmen), dalam pandangan Allah kita adalah hamba yang siap mengabdi dengan jiwa raga, hidup mati, harta dan pengorbanan.
Dia hanya tersenyum miris. tidak puas.
Aku: Kita tidak mendapatkan arti apa-apa dari setiap ibadah dan perbuatan baik yang kita lakukan tanpa kita mencari artinya. Dan pencarian itu butuh kesabaran. Jika tidak mampu bersabar, akhirnya kita akan menyerah. Menyerah dicerminkan dengan apa yang orang-orang sekarang sebut dengan galau. Perasaan galau itu sungguh tidak menyenangkan, seperti kau sekarang ini. Bak terhimpit bukit uhud. Haha
Dia: Oke, kata-katamu terlalu panjang.
Aku: Hahahaha, ya sudah. Aku ingin tanya lagi. Untuk siapa puasamu?
Dia: Aku tahu, itu untuk Tuhan.
Aku: Tepat sekali. Tapi segala kebaikan yang diperoleh orang-orang berpuasa tetap untukmu. Latihan kesabaran, mengontrol nafsu, menjaga kedisiplinan dan lain sebagainya. Dan, kau tahu kebahagiaan orang-orang yang berpuasa?
Dia: Kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan bertemu dengan Rabbnya.
Aku: Kita sama-sama tahu bahwa berbuka adalah waktu yang amat ditunggu-tunggu orang-orang berpuasa. Di semua iklan di televisi lihat saja, setiap berbuka keluarga gembira dan tertawa. Kau mau mengelak kenyataan itu?
Dia: Lalu, kebahagiaan bertemu Rabb?
Aku: Seperti kataku tadi, hal itu butuh kesabaran. Janji Rabb adalah satu-satunya janji yang pasti jaminannya.
Dia terdiam. Kemudian pergi.
Obrolan kami berhenti sampai saat itu, hingga dua hari kemudan ia datang padaku.
Dia: Aku masih tidak mengerti kenapa berat sekali untuk berpuasa.
Keluhnya tiba-tiba saat kami bertemu
Aku: Haha. Baiklah kalau begitu begini saja. Ini. Aku punya 500 hvs untukmu. Setelah ini, tepat tengah hari silakan kau tulis permintaan izinmu pada Rabb.
"Allah, aku mohon izin untuk makan saat orang-orang berpuasa di bulan Ramadhan. Menonton film saat orang-orang berdzikir dan tilawah. Tidur pulas saat orang-orang qiyamullail. Besok aku akan puasa, berdzikir dan tilawah dengan benar"
Setidaknya, kau sudah minta izin tidak berpuasa.
Dia: Hm, baiklah
Aku: Ohya, kalau kertasnya habis, beritahu aku. Nanti kubelikan yang baru. Daa..
Aku pergi meninggalkannya yang setengah bingung. Aku tidak tahu cara ini berhasil atau tidak.
Kata Rasul, jika kau tidak punya rasa malu, berbuatlah sesukamu, kan?
Selesai.
Allah memberi hidayah pada yang Allah kehendaki.
Mari memohon agar kita senantiasa diberi hidayah oleh Allah...
Jaga kami, Rabb
Seseorang sedang hanyut dalam pikirannya. Tenang dan dalam. Dia tidak menyadari keberadaanku yang baru saja duduk di sampingnya. Hingga aku sengaja berdehem untuk mengusiknya, barulah ia menoleh ke arahku.
Dia: Oh, hai...
Responnya datar, tanpa senyum
Aku: Hehe, apakah aku mengganggumu?
Dia: Sedikit. Aku sedang sibuk berpikir
Aku melihat senyum yang agak dipaksakan, seperti dia sebetulnya enggan aku di sini. Tapi, bukan aku jika tidak menyebalkan.
Aku: Pas sekali. Keberadaanku di sini justru untuk meringankan beban pikiranmu. Jadi, ada apa?
Dia: Tidak perlu. Aku cukup dengan diriku sendiri.
Aku: Hm...Jadi, ada apa?
Aku memaksa. Melambatkan intonasi suara, memperhatikannya lamat-lamat. Ini caraku
Dia: Seseorang mempertanyakanku mengapa aku enggan berpuasa. Untuk apa dia bertanya begitu. Sok perhatian terhadapku. Bukankah urusan agama kita jalankan masing-masing? Jadi terserahku ingin puasa atau tidak. Mengapa ia mesti repot-repot mengurusi urusanku dengan tuhanku?
Aku menyimak tiap detil ungkapannya. Mungkin aku sudah salah bertanya. Semoga aku punya solusi!
Aku: Hm, baiklah kalau begitu. Selamat mengurusi urusanmu sendiri dengan tuhanmu :-)
Aku beranjak. Sekilas aku perhatikan ia menatapku. Seperti menunggu.
Aku: Oh ya, di akhirat nanti tentu saja. Da..
Dia: Jadi, untuk apa kau tadi bertanya padaku?!
Teriaknya sambil melemparkan beberapa helai rumput yang tak sampai padaku karna diterbangkan angin ke arah berlawanan. Rumput yang dicabutnya entah dari mana.
Aku: Apa yang kau inginkan dariku? Haha..
Dia: Ayolah..
Hm, mari artikan dia sudah siap mendengarkan.
Aku: Baiklah, sebetulnya aku sungguh bingung alasan apa yang membuatmu enggan berpuasa?
Dia: ...
Aku: Kau percaya pada tuhan? Pada eksistensi Rabb semesta alam? Pada Allah?
Dia: ...
Aku: Hm, kalau kau tidak percaya, menurutku wajar saja jika kau tidak berpuasa karna memang tidak ada perintah bagimu untuk berpuasa.
Dia menoleh padaku. Menunggu lanjutannya
Aku: Seingatku di Al-Quran perintah puasa diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Jika kau tidak beriman pada tuhan wajar jika kau menyerah pada puasa. Lalu apa kau muslim?
Dia: Tentu saja, aku muslim sejak lahir?
Aku: Wah, pede sekali mengaku muslim?
Dia mengernyitkan dahi
Aku: Seingatku lagi, salah satu rukun islam adalah berpuasa. Iya kan? Rukun, bukan hanya sekedar requirement ketika kau membuat sebuah program. Dia lebih tinggi dari itu. Jika tidak memenuhi requirement paling-paling asisten akan membuat nilai kita jadi e-nol. Jika rukun tidak mampu kita penuhi bukankah itu artinya pengakuan kita sebagai muslim perlu dibenahi lagi?
Dia: Tapi aku tidak mendapatkan arti dari berpuasa itu sendiri. Tak ada apa-apa. Tak terasa.
Aku: Mungkin karna belum benar-benar berpuasa. Belum benar-benar menahan nafsu untuk menyia-nyiakan waktu. Belum benar-benar mampu menahan amarah. Belum benar-benar berusaha memperbaiki amalan yang dilakukan di hari-hari biasa. Selain itu, tidak akan mendapat jika tidak mencari.
Dia: ...
Aku: Selama belajar di kelas, aku pernah merasa tidak mendapatkan "meaning" dari mata kuliah yang aku ikuti, walaupun aku memberikan perhatian penuh padanya. Pertanyaan "untuk apa aku belajar ini" selalu berusaha mengacaukan pikiranku. Tapi mata kuliah itu adalah mata kuliah wajib. Disuruh si kurikulum ceritanya. Jadi kuambil saja. Setidaknya, ketika aku mengikuti kuliah itu dengan baik aku akan mendapatkan "nilai" yang baik di akhir semester. Ya, aku harus menunggu akhir semester untuk mendapatkan arti dari keikutsertaanku pada kuliah itu.
Dia: Teruskan...
Pintanya sambil tetap bertingkah tidak peduli. Kan sudah kubilang, bukan aku kalau tidak menyebalkan. Lihat saja.
Aku: Kita manusia juga sedang dalam perkuliahan dan ujian. Pengumuman IPK baru akan dilakukan sekali untuk selamanya, di akhirat nanti. Jika kuliah di duia tujuan kita untuk mendapat gelar sarjana/master/doktor, kuliah hakiki yang sedang kita jalani saat ini tujuannya adalah untuk mencapai gelar takwa. Jika kuliah di duia status kita sebagai mahasiswa yang baik (integritas, prestasi dan komitmen), dalam pandangan Allah kita adalah hamba yang siap mengabdi dengan jiwa raga, hidup mati, harta dan pengorbanan.
Dia hanya tersenyum miris. tidak puas.
Aku: Kita tidak mendapatkan arti apa-apa dari setiap ibadah dan perbuatan baik yang kita lakukan tanpa kita mencari artinya. Dan pencarian itu butuh kesabaran. Jika tidak mampu bersabar, akhirnya kita akan menyerah. Menyerah dicerminkan dengan apa yang orang-orang sekarang sebut dengan galau. Perasaan galau itu sungguh tidak menyenangkan, seperti kau sekarang ini. Bak terhimpit bukit uhud. Haha
Dia: Oke, kata-katamu terlalu panjang.
Aku: Hahahaha, ya sudah. Aku ingin tanya lagi. Untuk siapa puasamu?
Dia: Aku tahu, itu untuk Tuhan.
Aku: Tepat sekali. Tapi segala kebaikan yang diperoleh orang-orang berpuasa tetap untukmu. Latihan kesabaran, mengontrol nafsu, menjaga kedisiplinan dan lain sebagainya. Dan, kau tahu kebahagiaan orang-orang yang berpuasa?
Dia: Kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan bertemu dengan Rabbnya.
Aku: Kita sama-sama tahu bahwa berbuka adalah waktu yang amat ditunggu-tunggu orang-orang berpuasa. Di semua iklan di televisi lihat saja, setiap berbuka keluarga gembira dan tertawa. Kau mau mengelak kenyataan itu?
Dia: Lalu, kebahagiaan bertemu Rabb?
Aku: Seperti kataku tadi, hal itu butuh kesabaran. Janji Rabb adalah satu-satunya janji yang pasti jaminannya.
Dia terdiam. Kemudian pergi.
Obrolan kami berhenti sampai saat itu, hingga dua hari kemudan ia datang padaku.
Dia: Aku masih tidak mengerti kenapa berat sekali untuk berpuasa.
Keluhnya tiba-tiba saat kami bertemu
Aku: Haha. Baiklah kalau begitu begini saja. Ini. Aku punya 500 hvs untukmu. Setelah ini, tepat tengah hari silakan kau tulis permintaan izinmu pada Rabb.
"Allah, aku mohon izin untuk makan saat orang-orang berpuasa di bulan Ramadhan. Menonton film saat orang-orang berdzikir dan tilawah. Tidur pulas saat orang-orang qiyamullail. Besok aku akan puasa, berdzikir dan tilawah dengan benar"
Setidaknya, kau sudah minta izin tidak berpuasa.
Dia: Hm, baiklah
Aku: Ohya, kalau kertasnya habis, beritahu aku. Nanti kubelikan yang baru. Daa..
Aku pergi meninggalkannya yang setengah bingung. Aku tidak tahu cara ini berhasil atau tidak.
Kata Rasul, jika kau tidak punya rasa malu, berbuatlah sesukamu, kan?
Selesai.
Allah memberi hidayah pada yang Allah kehendaki.
Mari memohon agar kita senantiasa diberi hidayah oleh Allah...
Jaga kami, Rabb
Tidak ada komentar: